Page 17 - Bibliografi Beranotasi Naskah Kesultanan Siak Sri Indrapura
P. 17

sultan hanya mungkin kalau telah disetujui oleh pemerintah
                Hindia Belanda. Sultan Siak juga dilarang untuk mengadakan
                perjanjian  dengan  kekuatan  politik  yang  lain.    Pada  tahun
                1873 pemerintah Hindia Belanda membentuk keresidenan
                Siak, yang  meliputi  wilayah yang kemudian disebut Sumatra
                Utara  (sampai  kesultanan  Deli)  dan  memindahkan  ibukota
                keresidenan  yang  disebut  Oostkust  van  Sumatra    (Sumatra
                Timur) dari Siak ke kota Medan.

                  Meskipun  secara  administratif    telah  terjadi  penurunan
                kekuasan politik dari kesultanan Siak, tetapi sejak masa ini
                pula apa yang mungkin bisa  dikatakan “modernisasi”  telah
                bermula. Maka bisalah dikatakan juga bahwa pemerintahan
                sultan Siak yang ke 10, Sultan al-Sayyid al-Sharif Qasim  Abdul
                Jalil Sjaifuddin I (Syarif Qasim I – 1864-1889) adalah masa  awal
                dari  “modernisasi Siak Sri Indrapura”. Pada tahun  baginda
                mulai memerintah kesultanan Siak inilah pula sekolah agama
                yang modern – Madrasah Taufiqiyah al Harjiwah -- didirikan.
                Jadi sejak itu bolehlah pula  dikatakan bahwa “orang Siak”-
                - ungkapan  yang biasa dipakai di wilayah Sumatra bagian
                tengah (termasuk Minangkabau) menyebut guru agama  dan
                mubaligh tidak lagi—  telah bisa pula menampilkan diri dalam
                konteks  perubahan zaman yang telah terjadi.

                  Pada tahun 1889 sultan Siak Sri Indrapura yang ke-11 naik
                tahta. Yang Mulia penguasa yang baru inilah yang mendirikan
                istana kesultanan dengan gaya Moorish yang modern di wilayah
                yang kini dikenal sebagai kota Siak Sri Indrapura (kira-kira
                120 km dari Pekanbaru). Tetapi sebelum merencanakan model
                dari istana itu sang Sultan sempat juga  berkunjung ke Eropa—
                antara lain ke Belanda dan Jerman. Dari pengalaman inilah
                baginda bisa membayangkan istana  yang menggabungkan
                pengaruh Eropa dengan tradisi Arab dan Melayu. Selain dari
                istana yang sampai kini masih tampak kemegahannya Sultan
                Syarif Kasim juga mendirikan ruang sidang—Balairung Sari.
                Istana sultan itu sekarang telah berfungsi sebagai museum.
                   Sultan al-Sayyid al Sharif Kasim Abdul Jalil Syaifudin II
                (Syarif  Kasim  II—1915-1946)  adalah  sultan  yang  terakhir
                tetapi  tidak  akan  pernah  terlupakan.  Nama  aslinya  ialah



                                                            BIBLIOGRAFI BERANOTASI NASKAH   5
                                                           KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22