Page 29 - E-BAI_Hikayat
P. 29

Hikayat (cerita rakyat)/e-modul bahasa Indonesia/kelas X




                      Pampoq  memanggil  semua  laki-laki  yang  ada  di  kampung  untuk

              membicarakan  hal  ini.  Rapat  digelar  pada  malam  hari  dengan  pembicaraan
              yang tampak seru.  Pagi pun tiba. Warga yang setuju melakukan penyerangan,

              ikut pergi dengan menggunakan perahu. Tidak ketinggalan Pampoq. la merasa
              bertanggung jawab terhadap keselamatan warganya.

                          Berangkatlah  rombongan  Tamen  Awing  menuju  kampung  Tamen  Bungan

              Apui.  Tiga  hari  dua  malam  mereka  menempuh  perjalanan  menyusuri  sungai.
              Saat  tiba,  mereka  langsung  mendirikan  tenda  tepat  di  bawah  rumah  Bungan
              Apui.  Penyerangan  mulai  dilakukan,  namun  Bungan  Apui  mengetahuinya.  la

              langsung mengeluarkan kekuatannya. Disemburkanlah api ke arah orang-orang

              itu. Mereka berjatuhan seperti semut terbakar api, bergelimpangan.
                   Hanya tersisa enam orang yang selamat, salah satunya Pampoq. Sesampai

              di  kampung,  Pampoq  langsung  menemui  Tinen  Awing.  "Tamen  Awing  tidak
              kembali.  la  mati,  hanya  kami  berenam  yang  tersisa,"  ujar  Pampoq  penuh

              kesedihan.
                      Tinen  Awing  sungguh  berduka  mendengar  kabar  itu.  la  menangis  sejadi-

              jadinya  sambil  mengelus-elus  perutnya  yang  berisi  jabang  bayi,  buah  kasih
              sayangnya  dengan  Tamen  Awing.  "Aku  sudah  katakan  agar  menunda

              penyerangan. Apa yang aku takutkan sekarang benar-benar terjadi," ujarnya
              tersedu.

                                                           ***
                  Beberapa bulan setelah peristiwa duka itu, Tinen Awing melahirkan seorang

              anak laki-laki. Selaku Kepala Adat, Pampoq melakukan ritual pemberian nama.
              Bayi itu diberi nama Lencau.

                 Tinen Awing tidak pernah memberitahu Lencau mengenai nasib bapaknya. la

              selalu  mengatakan,  bapaknya  sedang  merantau  dan  akan  pulang  satu  saat
              nanti.  seiring  perjalanan  waktu,  Lencau  telah  tumbuh  menjadi  remaja.  Pada

              saat  ia  pergi  mencari  burung  menggunakan  sumpit,  beberapa  anak  laki-laki
              mengolok-olok  kalau  ia  sudah  tidak  memiliki  bapak.  Lencau  merasa  resah.

              Terlebih hampir setiap hari ia menerima olokan seperti itu.
               Pasung sedang menjemur padi. "Pui ada air kah? Aku haus," ujar Lencau. "Ada,

              masuklah  ke  rumah  dan  ambillah,"  ujar  pui  Pasung.  Lencau  bergegas  masuk
              rumah dan minum secukupnya.









                E-BAI (E-Modul Bahasa Indonesia) "Hikayat"                                              28
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34