Page 66 - Dalam Bingkai Kesabaran
P. 66
bersama mereka. Setelah masuk SMP, kami tidak pernah
bermain bersama lagi karena aku mulai jarang keluar rumah.
Kini temanku sibuk mengurus bayinya, aku sibuk
menawarkan ijazah ke sekolah-sekolah. Aku mencoba
mencari informasi di sekolah lain. Kendala pertama untukku
adalah pakaianku. Aku tetap dengan kerudung atau jilbabku.
Jilbab masih menjadi pertentangan di masa itu. Ada sekolah
yang tidak siap mempunyai guru berkerudung. Dua kali aku
ditolak karena alasan yang sama, padahal di sekolah itu
sedang membutuhkan guru bahasa Inggris. Aku tahu, tentu
saja aku bukan satu-satunya pelamar di sekolah itu.
Menjelang tahun ajaran baru, aku diberitahu kakakku
untuk menulis lamaran di SMP swasta. Ketua yayasan sekolah
itu adalah tetangga kakakku. Akupun ikut saja. Niatnya untuk
mencari pengalaman.
Tahun ajaran baru mulailah aku jadi guru wiyata bakti di
sebuah sekolah swasta. Kupikir aku akan mengajar di SMP.
Ternyata aku mengajar di SMA yang hanya mempunyai murid
tiga kelas. Lokasinya gabung dengan SMP. Keduanya berada
dalam satu yayasan. Aku tetap bersyukur. Tempat ini
kuanggap sebagai tempat pembelajaran. Ketua yayasan
setiap hari memantau kinerja para guru. Administrasi harus
lengkap. Guru membuatnya dengan tulisan tangan. Aku
benar-benar tergembleng, baik kedisiplinan, loyalitas
maupun tanggungjawab.
Tahun kedua aku mendapat tawaran mengajar di sekolah
lain. Karena aku masih punya dua hari luang, aku
menerimanya. Pihak yayasan juga tidak keberatan. Banyak
pengalaman yang kudapat menjadi guru Wiyata Bakti.
60 | Harini