Page 62 - Dalam Bingkai Kesabaran
P. 62
“Ya, bu. Saya mengerti.” Itu saja yang bisa keluar dari
lisanku.
Hari berikutnya, aku berpenampilan berbeda. Meskipun
dalam keadaan terpaksa. Rasanya aku mengulang kembali
masa-masa di SMA. Dari rumah berangkat pakai kerudung,
tapi di sekolah dilepas. Tapi kali ini ada bedanya. Aku masih
bisa menutup rambutku dengan memakai ciput yang kubeli
nitip Rida. Rida belinya di Jombang. Aku jadi seperti ibu-ibu
muda yang sering kutemui di tempat pengajian dekat rumah.
Kerah baju ku buat ala shanghai agar lebih menutup ke leher.
Berulangkali aku mengucap istighfar...Aku yakin dan
berharap ampunan dari Allah. Allah tidak menguji hambaNya
dengan ujian di atas batas kemampuan hambaNya. Dan Allah
Maha Mengetahui.
Bertemu ibu Sulastri dengan pakaian seperti ini ternyata
mengubah suasana. Kami jadi akrab lagi. Beliau masih ingat
kalau aku mantan muridnya. Aku dibimbingnya seperti beliau
dulu membimbingku sebagai muridnya. Aku suka cara
mengajar beliau, ada jauh berbeda dalam metode
pembelajarannya. Tentu saja. Dulu ketika mengajarku,
sekolah masih menggunakan kurikulum 75an. Di tahun 1990
sudah menggunakan kurikulum baru tahun 1984. Aku ingin
kegiatan PPL ini cepat berlalu. Cepat ujian dan cepat lulus.
Akhirnya program PPL usai, aku bisa bernafas lega.
Wisuda pun tiba. Walaupun wisuda Diploma tidak
semeriah wisuda sarjana, aku sudah merasa bersyukur. Bisa
kuliah saja rasanya sudah suatu anugerah. Ada kesempatan
diberikan kepadaku untuk transfer S1. Aku tidak
mengambilnya karena aku ingin mengambil kesempatan
56 | Harini