Page 74 - Dalam Bingkai Kesabaran
P. 74

Aku datang agak  terlambat. Selama perjalanan aku sempat
             menangis. Sampai di sekolah aku langsung ke ruang tes. Aku
             sempat minta maaf kepada  panitia atas keterlambatanku
             karena anakku sakit. Di ruang tes aku menunggu dengan bu
             Dwi. Melihat mataku  yang  masih sembab,  dia bertanya
             tentang kondisi anakku.
                 “Tadi malam hampir  kejang  Bu, panasnya 39 derajat,”
             kataku.
                 “Lhaa..kenapa kamu malah masuk? Kamu pulang saja,
             ngurus anak. Kalau perlu cepat dibawa ke dokter.” Bu dwi
             agak sedikit menyalahkanku. Airmataku pun jadi keluar lagi.
                 “sudah ...nanti biar saya yang ganti mengawas.”
                 “Saya dak enak, Bu..saya kan guru baru di sini.” Suaraku
             seperti sebuah keluhan.
                 “Dak masalah. Anakmu lebih penting.” Bu  dwi
             menggandeng tanganku  keluar. “Nanti saya pamitkan
             kepada bapak kepala. Kamu pulang sana. Geh.”

                 “Makasih, bu.” Aku mengusap airmata yang ada di sudut
             mataku. Kuambil tas dan berjalan menuju ke tempat parkir.
                 Sampai di rumah tetanggaku, langsung kubawa anakku
             pulang. Aku bilang, kalau tadi aku hanya minta ijin ke sekolah.
             Ternyata anakku sudah bisa pulih. Panas badannya reda.
             Obat dari bu bidan ternyata cocok buat anakku. Esoknya aku
             sudah masuk sekolah lagi.
                 Setelah mengabdi di SMP ini selama 6 tahun, aku mutasi
             ke sekolah yang jaraknya cukup dekat dengan rumah.
             Sebagai seorang ibu, apalagi punya anak balita, rasanya lebih
             tenang kalau jarak tempat bekerjanya dekat dengan rumah.
             Tahun 2005 aku mulai bekerja di SMP Negeri 9 Surakarta.



             68 | Harini
   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79