Page 10 - Buletin ULBKP UNY 2023
P. 10
Put the Spirit into the Ritual:
Kecerdasan Spiritual Menjadi Bekal
Sehat Mental
Putri Milenia Gusdian, S.Pd.
Sebelum mencari cara mengatasi phubbing, perlu rasanya memahami terlebih dahulu bagaimana Pada awal abad-20, Intelligence Quotient (Kecerdasan Intelektual) menjadi isu besar.
phubbing bisa terjadi. Phubbing merupakan fenomena yang tidak dapat dipandang hanya dengan Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah. Kemudian
sebelah mata, tuntutan zaman yang mengharuskan orang untuk terus terkoneksi dengan internet, di pertengahan tahun 1990, penelitian oleh salah satu ahli, Daniel Goleman, menunjukkan bahwa
merupakan salah satu faktor yang membuat perilaku phubbing bisa terjadi. Faktor lain yang juga Emotional Quotient (Kecerdasan Emosional) memberikan kita kesadaran terhadap perasaan sendiri
membuat terjadinya fenomena phubbing dapat dikaitkan dengan faktor-faktor adiksi dari individu itu dan orang lain. Hal tersebut menghadirkan empati, welas asih, motivasi, dan kemampuan
sendiri, seperti adiksi terhadap smartphone, adiksi terhadap media sosial sampai adiksi terhadap menanggapi dengan tepat rasa sakit atau rasa senang dalam diri kita. Selain itu, di pengujung abad
game (Guazzini dkk, 2019). Adiksi tersebutlah yang kemudian membuat seseorang enggan untuk ini, penelitian-penelitian terkini menunjukkan bahwa ada kecerdasan (Q) yang ketiga, yaitu
melepaskan apalagi jauh dari smartphone-nya. Selain itu, kesadaran untuk benar-benar “hadir” ketika Spiritual Quotient (Kecerdasan Spiritual).
sedang berkomunikasi dengan orang lain dan empati untuk menaruh atensi dalam percakapan juga Kalimat paling famous jika mencoba belajar lebih jauh soal spiritualitas adalah kalimatnya Pierre
patut dipertimbangan. Berbagai kondisi tersebutlah yang perlu dipahami untuk mengatasi perilaku Chardin, “Kita itu sebenarnya bukan makhluk yang manusiawi yang punya pengalaman spiritual.
phubbing yang kian marak terjadi. Namun, hakikatnya kita adalah makhluk spiritual yang punya pengalaman kemanusiaan.” Kita itu
Dalam mengatasi masalah phubbing, langkah pertama yang perlu diambil adalah d engan spiritual, hanya diberi casing manusia. Yang kelihatan dari luar hanya casingnya. Terkadang, casing
meningkatkan awareness melalui refleksi diri. Orang perlu menyadari bahwa perilaku phubbing tidak itu tidak mencerminkan isinya. Hal itu dapat dilihat di realita masa kini, misalnya, di media sosial
membawa dampak baik bagi dirinya, justru malah lebih banyak memberikan dampak buruk bagi menunjukkan kebahagiaan luar biasa, tapi saat ditemui di dunia nyata lebih banyak nangisnya.
kualitas relasi yang sudah terjalin. Orang juga perlu lebih mindful dalam beraktivitas, sehingga dapat Padahal, yang terpenting adalah apa yang ada di dalam, apa yang dirasakan sesungguhnya. Dunia
benar-benar hadir, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara pikiran dan perasaan ketika sedang spiritualitas menekankan bahwa manusia itu seyogyanya tidak berhenti pada casing saja.
bertatap muka dengan orang lain. Selain itu, bisa pula diterapkan strategi-strategi khusus, agar Bukti bahwa manusia adalah makhluk spiritual adalah karena kecenderungannya
phubbing tidak terjadi; yaitu dengan menerapkan aturan Kesepakatan Bersama. Sebagai contoh, mempertanyakan makna hidupnya. “Siapa aku? Kenapa aku dilahirkan? Kenapa aku menderita?
ketika sedang berkumpul bersama keluarga di meja makan, dibuat kesepakatan bersama dengan Apa maksud dan tujuan hidupku? Apa yang akan terjadi setelah mati?” Melupakan makna di balik
keluarga untuk tidak memegang ponsel sampai makan selesai. Aturan-aturan Kesepakatan Bersama berbagai pernyataan dan/atau kejadian akan mengantarkan kedangkalan hidup. Hidup yang tidak
serupa juga dapat diterapkan pada teman maupun sahabat, sehingga kualitas relasi bisa terjalin lebih dalam akan sangat membahayakan —terutama di era digital serba cepat ini. Selain kecerdasan
baik lagi. Strategi tambahan yang bisa digunakan, yaitu dengan menerapkan aturan bagi diri sendiri. intelektual dan kecerdasan emosional untuk menuju kedalaman hidup, kita juga perlu menguasai
Sebagai contoh, membatasi lama waktu berselancar di internet maupun berkomitmen untuk tidak kecerdasan spiritual. Biasanya, pertanyaan “What I think?” mengacu pada kecerdasan intelektual,
membuka ponsel sewaktu hari libur. Ini merupakan beberapa hal lain yang juga bisa dilakukan agar “What I feel?” mengacu pada kecerdasan emosional, dan “What I am?” mengacu pada kecerdasan
kita tidak terlalu terjerumus masuk ke dalam perilaku phubbing. spiritual.
Edukasi mengenai fenomena phubbing merupakan hal sangat penting. Sebagaimana yang telah Kecerdasan spiritual sendiri merupakan kecerdasan yang digunakan untuk menyikapi dan
dibahas sebelumnya, phubbing memiliki banyak dampak negatif. Dengan adanya edukasi kampanye memecahkan permasalahan makna dan nilai, untuk menempatkan tindakan-tindakan dan
anti phubbing (Stop Phubbing Campaign), kita sudah membantu menyebarluaskan awareness kehidupan kita dalam konteks yang lebih tinggi dan luas, dan untuk menuju bijaksana. Kecerdasan
mengenai perilaku ini. Semakin banyak orang yang aware, semakin mungkin pula rantai dari perilaku spiritual adalah landasan utama yang diperlukan untuk berfungsinya kecerdasan intelektual dan
phubbing dapat diputus. Dengan begitu, kualitas relasi yang sudah terjalin akan tetap terjaga. kecerdasan emosional secara efektif. Misalnya, untuk apa, sih, kita menahan marah? Untuk apa,
Memutus rantai perilaku phubbing juga akan meningkatkan kualitas komunikasi dan kepuasan sih, kita berbuat baik/menjadi baik? Kenapa, sih, harus sabar? Menjalani hidup dengan tidak
hubungan yang kita jalani, serta menjadi lebih mindful ketika sedang bertemu sapa dengan orang sekadarnya, melainkan merenungi lebih dalam segala ‘rutinitas’ yang dilakukan.
yang kita cintai. Jadi, mari kita hentikan phubbing sekarang juga. Merenungi apapun dalam kehidupan seyogyanya berangkat dari menyadari bahwa “We are all
connected; to each other, biologically. To the earth, chemically. To the rest of the universe
automatically.” Manusia sesungguhnya saling terhubung, pikiran manusialah yang seolah-olah
mendikotomikan ‘aku dan kamu berbeda, aku dan lingkungan tidak sama’, dan lainnya. Jangan
berpikir jika diri berbuat buruk hanya akan berdampak pada diri, melainkan akan berdampak
kemana saja.
@ulbkuny @ulbkuny