Page 367 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 367
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Kepala Staf Umum Oerip Soemohardjo di Yogyakarta, dan Panglima
Divisi VIII, Imam Soerdja‘i, di Malang. Hasil dari pembicaraan itu
disimpulkan dalam sebuah telegram tanggal 6 Maret 1946 kepada
Ngurah Rai di Banyuwangi. Isinya menyatakan bahwa Subroto Aryo
Mataram telah menghadap Presiden, Menteri Pertahanan, Panglima
Besar dan Kepala Staf Umum, yang menyimpulkan: (1) DPRI Sunda Kecil
taktis berada di bawah TRI Sunda Kecil, mengadakan aksi perjuangan
totaliter; (2) Widjakusuma dan Mantik sebagai pimpinan pemuda
pejuang di Bali supaya mengadakan persiapan untuk bisa menerima
66
rombongan dari Jawa.
Kontak senjatapun tidak terhindarkan baik di lautan, di lintas
laut Banyuwangi (Jawa) dan Bali, maupun di darat di seluruh Bali yang
menjadi medan pertempuran. Operasi lintas laut Banyuwangi–Bali
dimulai pada minggu pertama bulan April 1946; diawali pendaratan
rombongan pertama, yaitu rombongan Waroka di Celukan Bawang
pada 4 April 1946, kemudian bergerak ke timur, ke desa Musi dekat
Seririt; sampai di Seririt diterima informasi bahwa tentara Belanda
membakar desa Ringdikit, beberapa kilometer di selatan Seririt.
67
Pasukan Waroka bersama pemuda pejuang Bali dan seorang bekas
tentara Jepang ikut bergabung bernama Bung Ali, seorang Letnan Satu
Angkatan Darat Jepang, yang ahli membawa senapan mesin tekidanto.
Terjadi baku tembak. Pasukan Waroka mundur karena kekuatan tidak
seimbang. Rombongan bersama kembali ke Banyuwangi.
68
Rombongan kedua adalah rombongan yang dipimpin oleh I
Gusti Ngurah Rai. Ikut bersamanya adalah pimpinan inti perjuangan
rakyat Bali, yaitu Mayor Wisnu, Kapten Cok. Ngurah, Kapten Cok.
Dharma Putera, Letnan Gede Merta, Sersan Kadet Taruna I Gusti Ngurah
Agung Bonjoran Bayupathy, dan Inspektur Polisi I.B. Mahadewa.
Rombongan Ngurah Rai diberangkatkan dari Muncar sebanyak 15 buah
jukung pada tanggal 3 April 1946. Selama pelayaran jukung yang
69
ditumpangi tiga orang keluarga puri yaitu Cok. Oka Sudarsana, Cok. Rai
Gambir dan Cok. Dharma Putera bertemu dengan motorboat Belanda
yang sedang patroli. Setelah dekat, patroli Belanda menembak orang-
orang seisi jukung. Cok. Rai Gambir tertembak dan tewas seketika,
sedangkan Cok. Dharma Putera terkena tembakan dipinggangnya,
kemudian di tangkap bersama dua orang lainnya, dan ditahan di
Gilimanuk. Tujuh jukung lainnya yang berada di belakangnya
menghindari tempat insiden itu, dan berhasil mendarat di pantai Yeh
355