Page 369 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 369
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
yang ditumpangi Markadi hingga bocor. Demi pertimbangan
72
keselamatan, rombongan kembali mendarat di Sukowidi hari itu juga.
Keesokan harinya, penyebrangan kedua diberangkatkan ke
tujuan pendaratan semula, yaitu di Penginuman, Klatakan, Melaya dan
Candi Kusuma, kemudian menuju titik konsolidasi di desa Ngepeh.
Mereka bergabung dengan 30 orang anggota pasukan yang dipimpin
Muhadji dan Manggara Simamora yang telah mendarat lebih dulu. Dari
desa Ngepeh, direncanakan untuk menyerang pos Belanda terdekat di
Negara pada tanggal 9 April, namun gagal. Atas usul Letnan Gusti
Ngurah Dwinda, pejuang dari Jembrana, pasukan M (Markadi)
dipindahkan dari posnya di desa Ngepeh ke desa Gelar. Di sana,
Markadi mengadakan konsolidasi dan reorganisasi pasukannya dengan
pemuda pejuang di daerah Jembrana, yang menghasilkan terbentuknya
Markas Besar (MB) DPRI Sunda Kecil, diketuai oleh Ida Bagus Gde
Dosther dan wakilnya adalah Markadi. Sejak itu, desa Gelar diberi nama
julukan ―Lembah Merdeka‖, karena pada sebuah lembah di desa itu
bendera Merah Putih selalu berkibar.
73
Dari Gelar, pasukan Markadi berpindah ke Pulukan, terus ke
Desa Munduk Belatung. Dari basisnya di Munduk Belatung, Markadi
mengirimkan laporan ke Jawa, bahwa rombongannya telah sampai di
daerah basis, karena itu supaya segera mengirimkan bantuan senjata ke
Bali. Pada akhir Mei 1946, Ngurah Rai datang ke Munduk Belatung.
Ngurah Rai dan Markadi sepakat bahwa pasukan Markadi di bawah
komando TKR Sunda Kecil. Untuk mengamankan bantuan yang datang
dari Jawa, mereka memutuskan untuk mengadakan gerakan-gerakan ke
arah timur agar perhatian tentara Belanda tertuju di timur, sehingga
kawasan barat aman bagi pendaratan pasukan Republik. Namun, pihak
Belanda mengetahui taktik gerilya ini dan tetap memperkuat
pertahanannya di kawasan barat.
74
Apa yang disinyalir pihak militer Belanda dan apa yang disebut
sebagai langkah pemanasan perjuangan oleh pihak Republik menjadi
kenyataan. Insiden kontak senjata terjadi dan tersebar dimana-mana,
terutama di daerah-daerah yang dijadikan basis gerilya Republik. Oleh
pihak Belanda disebutnya daerah-daerah basis teroris atau ektremis,
yaitu Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung, Bangli, Karangasem.
Daerah-daerah lainnya, yaitu Gianyar dan Klungkung menjadi daerah-
daerah pendukung kontra revolusi dan anti-Republik. Di sebagian besar
357