Page 97 - KUMPULAN_CERPEN_FLIPPING BOOK
P. 97
“Turut berduka cita atas meninggalnya Wisnu Arya Tama...”
Pak Asep tidak melanjutkan membaca kartu itu. Hampir
satu bulan berlalu sejak ruangan itu kehilangan Arya, rangkaian
bunga duka cita masih terus berdatangan tiap harinya. Pak Asep
yang selalu menerimanya, dan meletakkan bunga-bunga itu ke
dalam vas bunga.
Pak Asep sejenak terdiam menatap rangkaian bunga yang
memenuhi meja itu. Dia mencoba mengenyahkan segala pikiran
tak menentu di benaknya. Air mata mengambang di pelupuk
matanya yang penuh kerutan. Dia mengusap wajah tuanya,
menghalau pilu di dalam hatinya.
***
Sementara itu, di parkiran mobil. Raina tergugu, kepalanya
bersandar lunglai di atas stir mobilnya. Air mata deras jatuh
mengalir di kedua pipinya. Puluhan hari dilaluinya, menikam
rindu, membunuh waktu dengan kesibukan menyusun laporan.
Dia tetap bekerja seolah tidak terjadi apa-apa, bersembunyi di
balik sebuah “penugasan”.
Raina berusaha menjadikan laporan sesuai harapan Arya,
seperti dalam diskusi-diskusi panjang mereka dulu. Namun
saat laporannya terwujud dan kesibukannya terhenti, rindu
hadir meluap tak terbendung. Menggugah kembali sadarnya,
meninggalkan luka menganga di hatinya. Dia belum siap
menerima kenyataan, bahwa Arya sudah pergi meninggalkannya
Kumpulan Cerpen 89