Page 103 - 20201219 - Tempo - Korupsi Bansos Kubu Banteng
P. 103
12/20/2020 Wawancara Komisioner Komnas HAM Choirul Anam soal Berbagai lsu HAM di Era Jokowi - Wawancara - majalah.tempo.co
Apa yang semestinya dilakukan pemerintah sebelum menggarap proyek
strategis di wilayah dengan status kepemilikan tanah seperti itu?
Pemerintah harus membuka ruang investigasi baru. Orang-orang yang punya
cerita bahwa mereka <lulu mempunyai tanah di lokasi itu harus diberi ruang untuk
menjelaskan. Pak Jokowi jangan membayangkan masyarakat pada waktu itu bisa
leluasa ngomong seperti sekarang.
Bagaimana jika penduduk setempat mengklaim tanpa memegang dokumen
resmi kepemilikan tanah?
Paradigmanya harus dibalik. Yang didorong adalah investigasi terhadap
cerita historisnya. Kalau patokannya pegang dokumen, ya masyarakat pasti kalah.
Maka status hak atas tanah harus clear. Sebab, orang kerap lupa bahwa zaman
<lulu ada pemaksaan. Rezim totaliter saat itu adalah rezim yang menafikan hak
kepemilikan. Akhimya, negara dan pemerintah kuat secara prosedur dan
dokumen. Karena ini kebijakan rezim pemerintah waktu itu, seluruh infrastruktur
pasti mengikutinya, termasuk Badan Pertanahan Nasional.
Apakah memungkinkan bagi pemerintah menggelar dialog dengan warga
dan menelusuri faktor sejarah tanah calon lokasi proyek infrastruktur?
Kenapa tidak mungkin? Ini bukan pekerjaan dari nol. Pemerintah bisa memanggil
Komnas HAM dan kami bisa memberikan datanya. Lembaga Bantuan Hukum
bahkan memiliki dokumen sejak 1970-an. Rekam jejak soal status tanah di desa
desa dan Badan Pertanahan Nasional ada semua.
Penelusuran sejarah masa lalu tanah tentu memerlukan waktu. Bukankah
hal itu justru memicu tarik-ulur dan menghambat pembangunan proyek
infrastruktur?
Pak J okowi bukan presiden yang memimpin negara yang siap pakai. Dia pun ya
beban masa lalu untuk menghadapi kebijakan-kebijakan yang salah waktu itu. Ya
mau tidak mau harus bersabar. Buat apa cepat-cepat kalau masyarakat yang
tinggal paling dekat saja akhimya gagal menikmati infrastruktur
itu. Logika Pak Jokowi seperti logika negara-negara yang sedang membangun
dengan pilihan rezim developmentalisme. Ingin mendekatkan semua saluran
investasi, modal, pasar ke pintu halaman setiap masyarakat. Tapi kalau mereka
yang paling dekat tidak bisa menikmati pembangunan itu, lalu infrastruktur ini
untuk siapa?
Bukankah pemerintah selalu mengatakan infrastruktur dibangun untuk
mendorong masuknya investasi?
read ://https _ majalah. tempo.co/?url=https%3A %2F%2Fmajalah. tempo.co%2Fread%2Fwawancara%2F162132%2Fwawancara-komisioner-komn. . . 4/11