Page 42 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 42
Dr. Fadli Zon, M.Sc
(11)
POLITIK ANGGARAN KITA
BELUM RESPONSIF BENCANA
EBAGAI salah satu negara dengan tingkat kerawanan bencana
yang tinggi, politik anggaran kita mestinya bersifat responsif
terhadap penanganan kebencanaan. Itu sebabnya, bukan
waktunya lagi kita menggunakan manajemen pemadam
Skebakaran, yang lebih menekankan aspek tanggap darurat
pasca-bencana. Politik anggaran kita mestinya menggunakan pendekatan
bersifat prefentif, atau antisipatif. Itu sebabnya pengurangan anggaran BNPB
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana), BMKG (Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika), serta Basarnas (Badan Nasional Pencarian dan
Pertolongan), tiga lembaga yang tupoksinya berhubungan dengan soal
kebencanaan, memang perlu dikritik.
Berdasarkan nota keuangan 2019, alokasi anggaran untuk BMKG,
misalnya, adalah Rp1,75 triliun. Angka itu memang naik 9,37 persen
dibandingkan alokasi tahun sebelumnya, namun angka itu jauh di bawah
anggaran yang diajukan BMKG sebesar Rp2,7 triliun. Pada tahun lalu,
kebutuhan anggaran BMKG mencapai Rp2,69 triliun, namun anggaran yang
dialokasikan hanya Rp1,70 triliun. Pada tahun 2017, dari kebutuhan Rp2,56
triliun, anggaran yang diberikan Rp1,45 triliun. Begitu juga pada 2016, dari
kebutuhan Rp2,2 triliun, anggaran yang diberikan Rp1,3 triliun saja. Pagu yang
diberikan selalu jauh dari kebutuhan yang diperlukan.
Akibatnya, BMKG mendapatkan kendala untuk merawat, memperbaiki,
ataupun melakukan pengadaan peralatan yang terkait dengan monitoring
dan early warning system kebencanaan. Sistem peringatan kebencanaan
kitapun jadi lemah.
Dalam peristiwa bencana Donggala-Palu, misalnya, BMKG justru
mengakhiri peringatan tsunami sesaat sebelum gelombang menerjang.
Itu kesalahan yang sangat fatal. Dan kesalahan itu terjadi karena sistem
peringatan dini tidak berfungsi.
28 KATA FADLI