Page 447 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 447
Dr. Fadli Zon, M.Sc
alegorial”. Kenyataannya memang demikian.
Saat Belanda melakukan agresi militer pertama, 21 Juli 1947,
perlawanan yang segera dilancarkan oleh kaum Republikein bukan hanya
perlawanan bersenjata dan diplomasi politik, tetapi juga “perlawanan
seni rupa”. Untuk membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan,
Bung Karno tak hanya mengirim para diplomat ke luar negeri, tapi juga
mengirimkan para pelukis. Salah satu pelukis yang dikirim membantu
diplomasi kemerdekaan kita adalah Affandi. Ia dibiayai melakukan sejumlah
pameran di luar negeri.
Melalui karya-karya Affandi, Pemerintah Republik Indonesia ingin
menunjukkan kepada dunia internasional Indonesia adalah bangsa beradab
dan berkebudayaan tinggi. Lukisan-lukisan perjuangan Affandi membuka
mata dunia internasional dari berbagai kebohongan yang selama ini
dipropagandakan pemerintah Belanda.
Menurut saya, “diplomasi seni rupa” melalui Affandi itu merupakan
langkah politik cerdas. Kita sungguh beruntung pernah memiliki para
pemimpin politik yang sangat terpelajar seperti Soekarno, Hatta, atau
Sjahrir. Mereka bukan hanya politisi yang intelek, tapi juga negarawan
yang mengerti seni.
Di banyak negara, karya seni rupa mewakili etalase negara
mereka. Karya-karya terbaik perupa diakuisisi menjadi milik negara,
dan dipamerkan sebagai pencapaian kebudayaan. Kebanggaan terhadap
prestasi artistik ini menjadi akar dari kebanggaan nasional mereka. Sikap
ini lahir dari pemimpin politik yang mengerti arti penting seni khususnya
seni rupa.
Berangkat dari semangat itulah, untuk memelihara apresiasi seni
di kalangan pemimpin politik, maka tahun ini Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) Republik Indonesia (RI), dalam rangka memperingati HUT ke-73 dan
HUT DPR ke-73, kembali menggelar pameran seni rupa bertajuk “Kepada
Republik #4”.
Tahun ini, ada 17 pelukis yang karyanya dipamerkan, yaitu Maslihar,
Edo Pillu, Mahdi Abdullah, Lakhsmi Sitaresmi, Soni Irawan, Lenny
Ratnasari, Yayat Surya, Rangga Anugrah Putra, Angus, Aming Prayitno,
472 KATA FADLI