Page 52 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 52
BELA UMMAT, BAB III
BELA KEADILAN
(2)
JANGAN BUBARKAN ORMAS
TANPA MELALUI PENGADILAN
ARI ini, Rabu, 19 Juli 2017, Kementerian Hukum dan HAM
secara resmi mengumumkan pencabutan status badan
hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) disertai pembubaran
organisasi tersebut. Langkah pemerintah tersebut menurut
Hsaya telah memundurkan kembali praktik berdemokrasi kita
beberapa langkah ke belakang.
Tadi malam, dalam diskusi di sebuah stasiun televisi swasta, Prof.
Dr. Romli Atmasasmita yang terlibat dalam perumusan Perppu No. 2/2017
tentang Organisasi Kemasyarakatan menyangkal jika Perppu tersebut
menghapus prosedur hukum tentang pembubaran ormas, melainkan
sekadar menyederhanakannya. Tapi, sebagaimana yang kita saksikan sendiri
hari ini, pencabutan status hukum dan pembubaran HTI terbukti tidak
melalui prosedur tersebut. Tak ada peringatan dan proses pendahuluan yang
dilakukan oleh Pemerintah. Inilah yang sejak awal kita kritik. Tidak adanya
‘due process of law’ ini berbahaya bagi demokrasi yang sedang kita bangun.
Lebih jauh lagi, saya melihat jika pemerintahan sekarang ini cenderung
kian memperluas subyektivitasnya dalam proses penegakkan hukum. Bukan
hanya dalam Perppu No. 2/2017 tentang Ormas saja, tapi juga dalam naskah
revisi UU Anti-terorisme yang tengah mereka ajukan. Misalnya, setiap
pihak yang diduga teroris oleh aparat bisa langsung ditahan tanpa perlu
bukti apapun. Dalam kasus ormas, setiap ormas yang diduga bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945 bisa langsung dibubarkan. Semuanya tanpa
melalui lembaga peradilan. Ini sangat berbahaya.
Dengan subyektivitasnya tadi pemerintah telah mengabaikan prinsip
negara hukum (rechtstaat) yang selama ini kita pegang, karena mereka
kemudian lebih mementingkan prinsip negara kekuasaan (machtstaat).
Langkah pemerintah tersebut harus dikritik. Saya sendiri melihat
CATATAN-CATATAN KRITIS 41
DARI SENAYAN