Page 54 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 54

BELA UMMAT,   BAB III
                                                                      BELA KEADILAN




                                                (3)


                          KEPADA HTI, KEDEPANKAN DIALOG
                           DAN EDUKASI, BUKAN PERSEKUSI



                              NCAMAN Menristek Dikti M. Nasir untuk memecat
                              sejumlah dosen yang terlibat menjadi anggota HTI (Hizbut
                              Tahrir Indonesia) menuai kritik dan kontroversi di tengah
                              masyarakat. Pada saat bersamaan, pembekuan dana hibah
                 AAPBN bagi organisasi Pramuka oleh Menpora Imam Nahrowi,
                 hanya gara-gara Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Adhyaksa Dault diduga
                 terlibat dengan organisasi HTI, juga memancing hal yang sama. Saya menilai
                 jika tindakan dua pejabat negara tersebut bersifat sewenang-wenang dan
                 bisa memperkeruh keadaan.
                      Ancaman Menristek Dikti itu bahkan bisa dianggap sebagai bentuk
                 tindakan persekusi, dan bukan penegakkan hukum. Ada beberapa alasan
                 kenapa saya menilai demikian.  Pertama, Perppu No. 2/2017 tentang
                 Organisasi Kemasyarakatan hingga kini masih belum disetujui oleh DPR.
                 Kedua, pencabutan status badan hukum oleh pemerintah juga tidak
                 dilakukan melalui pengadilan, sehingga masih terbuka bagi gugatan
                 hukum. Dan ketiga, kampus ini kan institusi pendidikan, isinya adalah kaum
                 intelektual, sehingga mestinya yang dikedepankan oleh Menteri Nasir adalah
                 upaya edukasi, atau persuasi, dan bukannya malah persekusi.
                      Lagi pula, kita juga perlu bertanya, dasar dari tuduhan keterlibatan itu
                 apa? Apakah dasarnya adalah daftar anggota HTI sebagaimana yang beredar
                 di sejumlah grup media sosial? Jika ya, itu kebijakan yang buruk sekali. Di
                 luar tiga persoalan yang telah saya sebutkan tadi, saya kira pemerintah tidak
                 sepatutnya melontarkan kebijakan—apalagi dalam bentuk ancaman—hanya
                 atas dasar dokumen yang validitasnya tidak pernah diuji.
                      Siapa yang mengeluarkan dokumen itu?! Bagaimana keabsahannya?!
                      Mau menegakkan hukum dasarnya kok desas-desus. Itu sebabnya saya
                 menilai apa yang dilakukan oleh pemerintah ini bukan upaya penegakkan
                 hukum, tapi tindakan persekusi oleh aparat negara.



                                                                  CATATAN-CATATAN KRITIS  43
                                                                         DARI SENAYAN
   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59