Page 55 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 55
Dr. Fadli Zon, M.Sc
Jika pemerintah menganggap terlibat HTI adalah sebuah bentuk
pelanggaran, sebagai pendidik mestinya Menteri Nasir bisa mengedepankan
upaya merangkul, dan bukannya langsung menindak. Apalagi Dikti juga
pernah mengumumkan jika Indonesia saat ini masih kekurangan sekitar 38
ribu dosen. Lha, kita saja masih kekurangan dosen, tapi ini dosen-dosen
yang sudah ada kok malah mau disingkirkan?!
Aparat pemerintah mestinya paham, bentuk keterlibatan orang dalam
organisasi itu kan macam-macam, sehingga tidak pantas ditangani dengan
cara yang sama. Kalau titik berangkatnya benar-benar jiwa Pancasila,
pemerintah seharusnya berusaha merangkul mereka, menginklusi, dan
bukan malah mengekslusinya.
Saya menilai, pembekuan dana hibah APBN sebesar Rp34 miliar untuk
organisasi Pramuka oleh Menpora Imam Nahrowi juga tindakkan yang
tidak bisa dibenarkan. Coba Anda bayangkan, pemerintah membekukan
dana hibah rutin Rp10 miliar untuk Kwarnas, dan Rp24 miliar untuk
penyelenggaraan Raimuna Nasional 2017, hanya karena mereka menilai
Ketua Kwarnas-nya terlibat HTI. Bayangkan, karena penilaian yang sifatnya
subyektif, dan tidak punya dasar hukum, pemerintah kemudian menghukum
organisasi Pramuka secara keseluruhan.
Inilah yang saya sebut sebagai bahayanya subyektivitas negara. Dan
Perppu Ormas berbahaya karena makin memperluas subyektivitas negara
semacam itu.
Jika pemerintah memang serius hendak melakukan upaya
deradikalisasi, dan HTI dianggap sebagai organisasi radikal, maka yang
harusnya dikedepankan adalah tindakan edukasi, dan bukannya main gebuk
semacam itu. Tindakan main gebuk justru akan memancing antipati pada
pemerintah. Usaha deradikalisasi semacam itu justru bisa memancing
radikalisasi.
Saya berharap pemerintah lebih mengedepankan dialog dan sikap
persuasif.
Jakarta, 26 Juli 2017
44 KATA FADLI