Page 90 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 90
DIPLOMASI BAB IV
PARLEMEN & SDGS
(9)
TEROBOSAN DIPLOMASI
INDONESIA DI PASIFIK
S ELAMA dua hari, 23-24 Juli 2018, DPR RI menjadi tuan rumah
Indonesia-Pacific Parliamentary Partnership (IPPP). Forum ini
menandai babak baru dalam diplomasi Indonesia di tengah
negara-negara tetangganya di Pasifik Selatan.
Meski secara geografis merupakan tetangga terdekat
Indonesia di wilayah timur, peluang kerja sama dengan negara-negara
di kawasan Pasifik Selatan selama ini belum dieksplorasi secara optimal.
Secara bilateral, Indonesia memang telah lama memiliki hubungan
diplomatik dengan enam belas negara di lautan Pasifik Selatan, mulai dari
Fiji, yang telah dimulai sejak 1974, hingga yang terbaru dengan Kiribati
(sejak 2013). Namun, karena negara-negara tadi umumnya merupakan
negara dengan jumlah penduduk yang sedikit, dan nilai PDB yang kecil,
kerjasama tersebut selama ini belum dianggap penting dan strategis.
Selama ini kebijakan luar negeri Indonesia memang lebih banyak
memandang ke Barat dan ASEAN, dan secara proporsional kurang
memandang ke Timur. Belakangan, kita baru menyadari jika kebijakan
tersebut perlu dikoreksi. Pemerintah Indonesia, misalnya, mulai terlibat
dalam sejumlah forum dialog dan kemitraan yang diselenggarakan
oleh negara-negara Pasifik, seperti Pacific Island Forum (PIF) yang
beranggotakan 12 negara.
Sejak 2012, Indonesia juga menjadi negara peninjau (observer) di
The Melanesian Spearhead Group (MSG), organisasi regional negara-
negara Pasifik Selatan yang mayoritas penduduknya merupakan bangsa
Melanesia. Secara demografis, Indo-nesia memang memiliki sekitar 13 juta
penduduk beretnis Melanesia, yang tersebar di wilayah Maluku, Papua,
dan Nusa Tenggara.
Berbeda dengan PIF, selain beranggotan empat negara, yaitu Fiji,
Papua Nugini, Vanuatu, Kepulauan Solomon, MSG juga beranggotakan
sebuah partai politik, yaitu Kanak and Socialist National Liberation Front
CATATAN-CATATAN KRITIS 79
DARI SENAYAN