Page 155 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 155
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Thamrin, dan Soangkupon dengan status ditunda; (2) mosi perluasan
perkembangan pendidikan dasar diajukan oleh Sutadi, Dwijosewoyo,
Fournier, dan Stokvis dengan status ditunda, lalu diambil-alih oleh
Suroso dan diterima; (3) mosi penolakan terhadap kebijakan pemerintah
yang melakukan penggeledahan rumah pada 29 Desember 1929 dengan
status ditolak; (4) mosi keinginan untuk mengangkat orang Indonesia
dalam College van Burgemeester en Wethouder di sejumlah kota praja
yang diajukan oleh Sukarjo Wiryopranoto, Thamrin, dan Mohammad
Noor dengan status ditolak; (5) mosi undangan kepada pemerintah
untuk memberikan data statistik sebagai hasil dari pengaturan
pemberantasan pes, perbaikan tempat tinggal, pengawasan bangunan,
dan inspeksi tempat tinggal yang diajukan oleh Prawotokusumo,
Sosrohadikusumo, Suyono, dan Wiwoho Purbohadijoyo dengan
status diterima; (6) mosi penarikan larangan memperdengarkan lagu
Indonesia Raya di lembaga-lembaga militer yang diajukan oleh Wiwoho
Purbohadijoyo, De Dreu, dan Wiryopranoto dengan status ditolak. 306
Dalam periode 1930-an, Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda
semakin memperketat pengawasannya terhadap partai-partai yang
bersikap radikal. Penangkapan terhadap para tokoh yang dianggap
membahayakan pemerintah mewarnai tahun-tahun akhir dekade 1920-
an. Namun cita-cita persatuan nasional semakin kuat. Berbagai isu di
dalam dan di luar Volksraad yang memancing timbulnya perdebatan di
dalam sidang-sidang yang mewarnai catatan sejarah Volksraad dalam
kebijakan reaksioner pemerintah kolonial.
Dalam periode
1930-an,
Pemerintah
Kolonial Hindia-
Belanda semakin
memperketat
pengawasannya
terhadap partai-
partai yang
bersikap radikal. Gambar 10. Gedung Volksraad di Batavia, c. 1935
[Sumber: KITLV 4226]
306 Ibid., hlm. 36-42
dpr.go.id 150
A BUKU SATU DPR 100 BAB 02B CETAK.indd 150 11/18/19 4:49 AM