Page 78 - BUKU NATIONAL INTEREST DAN AGENDA PEMBANGUNAN
P. 78

MENYERAP ASPIRASI MENCIPTAKAN SOLUSI
            NATIONAL INTEREST DAN AGENDA PEMBANGUNAN



            US$ 15,44 miliar sehingga pangsanya terhadap total impor naik dari sekitar
            7% menjadi 11%.
                  Tidak hanya nilainya yang meningkat, ragam produknya juga semakin
            luas. Impor pangan mulai dari gula, beras, gandum, jagung, kedelai, susu, kakao,
            daging, bawang putih, cabai, kentang, ubi kayu, lada, garam sampai tembakau.
                  Untuk 2021, menurut BPS, sampai semester I (Januari-Juni) impor pangan
            sudah mencapai US$ 6,13 miliar. Nilai impor terbesar adalah gandum sebesar
            US$ 1,55 miliar, gula senilai US$ 1,49 miliar, kedelai US$ 873,3 juta, susu
            US$ 425,8 juta, kakao US4 286,3 juta dan daging US$ 276,5 juta. Berikutnya,
            tembakau US$ 274,2 juta, bawang putih US$ 196,2 juta, jagung 99,8 juta, cabai
            US$ 59,4 juta, garam
                  “Data-data itu membuat miris. Bagaimana bisa, sebagai negara agraris
            dengan  lahan yang luas, tanah yang subur, laut yang luas, ketergantungan
            Indonesia terhadap impor pada komoditi pangan terus meningkat,” kata
            Rachmat Gobel.


            Industri Manufaktur dan Deindustrialisasi

                  Serbuan produk impor juga sangat dirasakan pada sektor industri
            manufaktur. Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan impor produk industri
            manufaktur rata-rata 32%. Yang sangat memprihatinkan, pertumbuhan ini
            juga terjadi pada barang-barang yang dulu dikenal sebagai produk unggulan
            Indonesia seperti elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT), kayu olahan.
            Mengacu pada data BPS, sepanjang 2010-2020 impor peralatan listrik naik
            50,22%, TPT 37,06%, produk kayu olahan 39,01%.
                  Dan yang tidak kalah memperihatinkan, serbuan impor juga datang dari
            produk industri yang mana seharusnya Indonesia mempunyai daya saing kuat,
            seperti industri plastik, produk logam dasar, makanan olahan, karet olahan,
            karena potensi bahan bakunya tersedia  melimpah di Indonesia. Sepanjang
            2010-2020, impor bahan plastik mengalami peningkatan 62,21%, produk logam
            dasar naik  40,39%, makanan olahan 82,01%, karet olahan 31,56%.
                  Serbuan produk impor sudah sangat mengganggu kondisi industri
            manufaktur nasional, kinerjanya merosot tajam. Laju pertumbuhannya yang
            dulu selalu di atas pertumbuhan ekonomi nasional dan menjadi leading sector,
            dalam satu dekade terakhir kondisinya terseok-seok. Kontribusi sektor ini



            74   dpr .g o.id
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83