Page 207 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 207
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Jadi, pada intinya pada periode ini Soekarno tidak mampu
secara sungguh-sungguh mengambil kebijakan politik sebagaimana
yang diinginkan berbagai kelompok kepentingan karena seringkali
berbenturan dengan berbagai kepentingan yang ingin dilakukan
oleh partai-partai politik. Di sisi lain konstitusi juga membatasi
gerak Soekarno untuk dapat merealisasikan berbagai kebijakannya.
Kehidupan pers juga sedang menikmati kebebesannya. Tata kelola
pemerintahan relatif berkarakter nonpolitis menjiwai sebagian aparat
birokratnya.
243
Hal lainnya yang menjadikan Soekarno risau adalah beberapa
kali Dewan Konstituante gagal mencapai sebuah kesepakatan dalam
berbagai sidangnya. Dewan Kostituante pertama kali bersidang pada
10 November 1956, namun hingga 1958 tidak berhasil merumuskan
Undang-Undang Dasar yang akan dijadikan pengganti UUD 1950.
Dalam sidangnya dua tahun ini, aktivitas Dewan Konstituante dapat
dikatakan terhenti. Sementara itu, di kalangan masyarakat muncul
berbagai pendapat agar sistem pemerintahan didasarkan kembali
kepada UUD 1945. Di pihak lain, berbagai acara sidang dalam Dewan
Jadi, pada intinya Konstituante juga mempengaruhi situasi kondisi politik yang makin
pada periode ini panas di luar sidang karena berbagai pertikaian. Salah satu di antaranya
Soekarno tidak adalah pertikaian para pemuda Islam dengan pemuda komunis di
mampu secara beberapa daerah. Berbagai kejadian ini juga berpengaruh dalam
sungguh-sungguh sidang-sidang Dewan Konstituante, tugas-tugas yang dapat dikatakan
telah diselesaikan hingga 90% menjadi bias untuk dapat dilaksanakan.
mengambil Jadi kerja yang telah dijalankan sepanjang tahun 1957-1959, harus
kebijakan politik terbengkelai sia-sia karena tidak bisa menjadi sebuah keputusan
244
sebagaimana setelah dasar negara tidak bisa diwujudkan.
Untuk merespons perkembangan politik, akhirnya Presiden
yang diinginkan Soekarno berpidato pada Sidang Konstituante pada 22 April 1959,
berbagai kelompok yang substansinya menganjurkan kembali ke UUD 1945. Usulan
kepentingan ini ditindak lanjuti oleh Dewan dengan mengadakan pemungutan
suara. Hasil voting, 269 anggota Dewan menyetujui untuk kembali
ke UUD 1945, dan 199 suara tidak menyetujuinya. Walaupun yang
menyetujuinya lebih banyak, ternyata jumlahnya tidak memenuhi
korum sehingga pemungutan suara harus diulang kembali. Dewan
bersidang kembali pada 1 dan 2 Juli 1959, dalam sidang kedua dan
ketiganya ini, Dewan juga gagal untuk mendapat sesuai koroum
243 Herbert Feith, 2001, Soekarno dan Militer, dalam Demokrasi Terpimpin, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, hlm., 12-15.
244 Ibid.
dpr.go.id 204