Page 324 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 324
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
yang “menyapu” oposisi dan pembangkang pemerintah sehingga
membuatnya mendapatkan julukan “buldoser”. Ia juga menangani
dengan keras orang-orang yang masuk penjara karena diduga menjadi
terlibat dengan PKI dan membantu memperkuat kontrol Soeharto
atas perpolitikan Indonesia. Misalnya, dengan melarang PNS untuk
terlibat dalam politik pada 1969, tetapi mendorong mereka untuk
memilih Golkar pada pemilu legislatif sebagai tanda kesetiaan
kepada pemerintah. Larangan itu kemudian ditindaklanjutinya lewat
memainkan pengaruhnya dalam pembentukan Korps Pegawai Republik
Indonesia (Korpri) pada 1971.
Menyusul terpilihnya sebagai anggota DPR, wartawan surat
kabar Merdeka bertanya apakah dia sebagai salah seorang anggota
DPR nantinya akan berusaha bersama rekan-rekannya untuk tidak
menganut sistem 5D: datang, daftar, duduk, diam, dan duit. Mendagri
Amirmachmud menyatakan dia sebagai anggota DPR harus mempelajari
situasi dan bagaimana perkembangan selanjutnya kondisi badan
Disiplin nasional legislatif itu. Namun, yang penting tiap organisasi harus menerapkan
berlaku terhadap disiplin nasional. Disiplin nasional berlaku terhadap jajaran organisasi
jajaran organisasi Demokrasi Pancasila, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun
organisasi pemerintahan sampai ke tingkat terbawah. Karenanya,
Demokrasi badan legislatif harus disiplin menurut norma-norma dan ukuran yang
Pancasila, baik sebenarnya, agar dapat mencegah jangan sampai ada manusia yang
eksekutif, legislatif, tidak efektif. “Manusia harus diefektifkan. Dalam ABRI, ada disiplin
yudikatif, ataupun ABRI ABRI, begitu juga di setiap departemen. Di lembaga legislatif
organisasi pun harus mengenal disiplin,” terangnya. Untuk menghindari 5D di
pemerintahan DPR, tambahnya, perlu peraturan disiplin. Tapi, daftar dan duduk itu
sampai ke tingkat tidak bisa dihindari karena untuk memeriksa jumlah yang hadir harus
terbawah. ada pendaftaran. Bersama dengan disiplin nasional, yang perlu juga
dikembangkan adalah kesadaran nasional dan tanggung jawab nasional.
Selain itu, Amirmachmud juga menginginkan nantinya
DPR mendatang tetap melaksanakan “politik pintu terbuka” yang
dicanangkan Adam Malik kala menjadi Ketua DPR (1977-1978) dan
diteruskan penggantinya, Daryatmo (1978-1982). Melalui kebijakan
ini, seluruh lapisan masyarakat dipersilahkan datang ke DPR
menyampaikan permasalahan atau uneg-unegnya. Pendirian Adam
Malik, “Selama rakyat masih mau ke DPR, maka itu berarti masih
melalui saluran konstitusional. Pengaduan masyarakat tidak akan
berkurang dari masa sebelum DPR 1982-1987, mungkin akan makin
meningkat mengingat kemajuan-kemajuan yang dicapai bertambah
dpr.go.id 322
Bab V.indd 322 11/21/19 18:19