Page 180 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 180
WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA
(1959-1966)
KONSTELASI POLITIK MASA DEMOKRASI
TERPIMPIN
Beberapa persoalan politik terbesar Presiden Soekarno selama pelaksanaan
Demokrasi Parlementer (Liberal) di antaranya adalah menghadapi berbagai
perbedaan yang sangat besar di antara garis revolusi yang ia inginkan dan apa
yang menjadi visi-misi partai hasil Pemilu 1955.
PERBEDAAN yang senantiasa ada itu mengakibatkan sering terjadi
pergantian kabinet dalam waktu singkat. Setidaknya telah terjadi per-
gantian tujuh kali, yaitu:
(1). 1950-1951 - Kabinet Natsir
(2). 1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
(3). 1952-1953 - Kabinet Wilopo
Dewan Konstituante
(4). 1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I pertama kali bersidang
(5). 1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
pada 10 November
(6). 1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II 1956, namun hingga
(7). 1957-1959 - Kabinet Djuanda.
1958 tidak berhasil
Jadi, pada intinya pada periode ini Soekarno ti- merumuskan undang-
dak mampu secara sungguh-sungguh meng- undang dasar yang
ambil kebijakan politik sebagaimana yang dii-
nginkan berbagai kelompok kepentingan karena akan dijadikan
sering berbenturan dengan berbagai kepenting- pengganti UUD 1950.
an yang akan dilakukan oleh partai-partai poli-
tik. Di sisi lain konstitusi juga membatasi gerak
Soekarno untuk dapat merealisasikan berbagai
kebijakannya.
Hal lainnya yang menjadikan Soekarno risau adalah beberapa kali
Dewan Konstituante gagal mencapai sebuah kesepakatan dalam
berbagai sidangnya. Dewan Konstituante pertama kali bersidang pada
10 November 1956, namun hingga 1958 tidak berhasil merumuskan
dpr.go.id 173