Page 369 - BUKU MENYERAP ASPIRASI MENCIPTAKAN SOLUSI
P. 369
MENYERAP ASPIRASI MENCIPTAKAN SOL USI
Padahal, peluang Industri Mebel dan Kerajinan sangat
besar untuk meraup nilai ekspor hingga US$ 5 miliar. Sejumlah
pelaku industri ini, telah mampu memenuhi permintaan
merek dunia dengan volume ekspor masing-masing berkisar
300-700 petikemas per bulan.
“Regulasi impor tersebut membuat kami terpaksa kesana-
kemari mencarinya seperti seperti baja, kain, dan keramik
yang sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan. Ironinya, bahan
baku ini tidak dibuat oleh industri dalam negeri. Kalaupun
ada, Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)-nya rendah
dan secara kuantitas dan kualitas tidak memenuhi kriteria.
Volume produksi rendah, desain yang tidak adaptif dengan
pasar, dan harganya juga tinggi karena masih menggunakan
bahan baku impor,” tegas Halim di depan anggota DPR
yang mendampingi Rachmat Gobel yaitu anggota Komisi IV
Charles Meikyansah (F. NasDem), Mufti A.N. Anam (F. PDI-P),
Sulaeman Hamzah (F. NasDem) dan Komisi II dari F. NasDem
Aminurahman.
Masalah Biaya SVLK
Persoalan lain, menurut Budianto Direktur PT Multi
Manao Indonesia adalah biaya sistem verifikasi legalitas kayu
(SVLK) yang dinilai tinggi. Di satu sisi, aturan sertifikasi ini
positif menghilangkan stigma buruk bahwa industri kayu
olahan di Indonesia merupakan produsen perusak hutan,
pengguna kayu ilegal. Dengan adanya SVL, pelaku industri
juga tidak lagi dikenai persyaratan sertifikasi oleh importir
dan memiliki kredibilitas dan akuntabilitas di pasar ekspor.
Masalahnya, biaya untuk memperoleh SVLK ini mahal.
Sebagai gambaran, untuk eksportir skala UMKM, setidaknya
harus mengeluarkan biaya Rp 30 juta per tahun dan ditambah
Rp 110.000 per lembar invoice. Selain itu, UMKM juga kesulitan
memenuhi persyaratan Tata Usaha Kayu (TUK).
348