Page 49 - MAJALAH 102
P. 49
menjadi sosok pemuda yang idealis, teguh memegang rakyat dan diolah di dalam negeri, sehingga diketahui
prinsip, dan tentu saja religius. Setamat SMA, tahun betul berapa banyak emas, perak, atau tembaga yang
1961, ia dihadapkan pada pilihan-pilihan studi. Karena diproduksi.
ingin menjadi pelaut, ia mendaftar ke Akademi Ilmu
Pelayaran (AIP) di Ancol, Jakarta dan diterima. Tapi, “Kalau pemuda-pemuda kita belum mampu
panggilan studi lainnya juga menghampiri dari Institut mengerjakan sendiri kekayaan sumber daya alam
Teknologi Bandung (ITB) dan Akademi Angkatan Laut. tambang-tambang yang ada di dalam kandungan ibu
pertiwi, biarkan tetap ada di dalam bumi kita. Kita
Siswono sempat bimbang. Kecenderungan hati ingin tunggu sampai anak cucu kita mampu mengerjakannya
ke AIP. Ayahnya menyarankan ke ITB. Namun, ia belum sendiri,” ungkap Rooseno, mengutip pernyataan Bung
menggubrisnya. Tapi, ketika sang ibu juga menyarankan Karno. Kata-kata Bung Karno yang sangat ideologis
agar memilih ITB, ia tak kuasa menolak. “Waktu bapak itu, membekas kuat di sanubari Siswono muda.
saya yang minta, saya belum ngikutin. Saya masih Itulah memori kuliah 3 menit bersama Rooseno yang
milih ke AIP. Tapi, setelah ibu saya yang meminta, saya “melegenda” dalam hidup Siswono.
susah sekali untuk tidak mengikutinya. Ibu saya adalah
segalanya bagi saya. Beliau meminta saya ke ITB, maka Pernyataan Bung Karno itu mengajarkan kepada
saya masuk ke ITB.” bangsa Indonesia untuk mandiri. Sekarang ini justru
semua dijual ke asing seperti tembaga, emas, minyak,
Masuk ITB mengambil jurusan teknik sipil, jurusan batu bara, hingga telekomunikasi, dengan bagian yang
bergengsi yang pernah diambil orang-orang besar sangat kecil untuk negara. Semangat untuk mengerjakan
seperti Ir. Soekarno dan Ir. Juanda. “Hanya orang-orang sendiri begitu rendahnya. Begitulah, sejatinya seorang
besar yang ambil jurusan teknik sipil. Dan dosen-dosen dosen tidak hanya mengajarkan mata kuliah, tapi juga
saya betul-betul orang-orang pilihan,” kata peraih memberi bekal bagi mahasiswanya. Dan Siswono adalah
Doktor (Hc) dari Universitas Negeri Jakarta itu. Begitu salah satu mahasiswa yang disenangi Rooseno.
masuk ITB, Siswono mulai mengagumi para konstruktur
besar yang menjadi dosennya seperti Prof. Rooseno, “Sampai sekarang saya yang di usia 70 tahun, ungkapan
Prof. Sutami, Prof. Sahari ahli beton, Prof Loa Wan Kiong itu tetap membekas dan mewarnai pandangan saya
ahli konstruksi baja, dan Prof. Sumarno ahli mekanika terhadap banyak hal mengenai suatu bangsa yang harus
teknik. mandiri,” aku mantan Ketua Umum REI itu. Pada momen
lain, sekali lagi Siswono muda terbakar oleh pidato Bung
Cita-citanya kembali berubah, ia ingin jadi konstruktur Karno di alun-alun Yogyakarta. Mengenakan pakaian
yang merancang gedung-gedung bertingkat dan serba hitam dan ikat kepala merah putih, bersama
jembatan-jembatan besar seperti Golden Bate. Siswono teman-teman dari Bandung, ia berangkat naik kereta
begitu mengagumi desain arsitektur gedung DPR RI. api ke Yogyakarta untuk mendengarkan pidato Bung
Dahulu, katanya, gedung itu dibangun oleh Presiden Karno soal merebut kembali Irian Barat.
Soekarno untuk CONEFO (Conference of the New
Emerging Forces) saingan dari PBB. Ketika itu Indonesia Alun-alun Yogyakarta dibanjiri 2 juta manusia hingga
keluar dari keanggotaan PBB dan membentuk CONEFO pasar Malioboro. “Sebelum ayam berkokok tahun 1963,
yang merupakan grup negara-negara berkembang. Irian Barat harus kembali ke pangkuan ibu pertiwi!” pekik
Nah, ruang gedung utama yang beratapkan mirip sayap Bung Karno menggelegar. Inilah bagian pidato Bung
burung berwarna hijau itu, membentang luas tanpa Karno yang membakar jiwa muda Siswono. Ia begitu
tiang. “Saya mengagumi betul sistem itu. Cita-cita saya terpukau mendengarnya. Karena sering mendengar
ingin jadi ahli konstruksi.” pidato Bung Karno, Siswono muda merubah kembali
cita-citanya, ingin menjadi politisi, bukan konstruktur
Begitulah awal kekagumannya pada dunia konstuksi. lagi seperti di awal kuliah.
Dan selama menjadi mahasiswa ITB, mantan Ketua
Umum HIPMI ini, aktif berorganisasi di Dewan Kamarnya pun mulai dipenuhi buku-buku politik dan
Mahasiswa, Perhimpunan Mahasiswa Bandung, dan filsafat serta biografi para pemimpin dunia. Dia baca
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Ada biografi George Washington, Nehru, Gamal Abdul
kenangan menarik yang diingat Siswono ketika dosen Nasser, dan tentu tulisan-tulisan Bung Karno mulai
favoritnya Prof. Rooseno yang sangat dekat dengan Indonesia Menggugat, Di Bawah Bendera Revolusi,
Bung Karno mengajar di kelasnya. Sarinah, dan lain-lain.
Rooseno bercerita di hadapan para mahasiswanya, “Sampai saya tingkat 3 kira-kira tahun 1963 di usia 20
betapa Bung Karno marah besar ketika bernegosiasi tahun, terus terang saya terbakar oleh pidato Bung Karno.
dengan para investor asing di sektor pertambangan. Waktu itu saya berubah ingin jadi politisi. Bung karno
Negosiasi tidak ketemu, karena tuntutan investor terlalu tak ada tandingannya kalau soal memobilisir partisipasi
tinggi. Bung Karno ingin eksploitasi sumber daya alam masyarakat. Saya betul-betul terbakar,” tandas mantan
Indonesia lebih besar manfaatnya bagi kemakmuran Wakil Ketua Asosiasi Kontraktor Indonesia ini. Sepulang
PARLEMENTARIA EDISI 102 TH. XLIII, 2013 49