Page 73 - MAJALAH 70
P. 73
SOROTAN
ELITE POLITIK DPR CENDERUNG
MENGHAMBAT DEMOKRATISASI
Fungsionaris Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Golongan Karya Idrus Marham, mengkritik
kinerja rekan-rekannya sesama anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam disertasinya yang
berjudul “Demokrasi Setengah Hati”, sebuah studi kasus elite politik di DPR RI tahun 1999-
2004. Ia mengklaim hanya 40 persen anggota DPR yang bekerja sepenuh hati dan terlibat
langsung pembahasan konseptual tentang produk-produk hukum.
elalui pendekatan politik seringkali mencoba memposisikan memperlancar proses demokratisasi.
Rational Choice kepentingan diri sebagai kepentingan Namun, sebaliknya apabila kepentingan
Theor y , masyarakat umum. Ketika para elite subyektif itu bersebrangan dengan aspirasi
ditemukan 60 politik dapat menindaklanjuti reformasi maka elite politik di DPR
M persen anggota kepentingan-kepentingan mereka dengan cenderung menghambat dan menyandera
Dewan lebih mengedepankan sikap mengatasnamakan kepentingan tertentu proses demokratisasi.
kompromi, lobi dan barter politik dalam masyarakat, maka dengan demikian para “Elite politik di DPR dapat menjadi
menjalankan tugasnya. Idrus menilai politisi itu akan melaksanakannya. kekuatan politik yang memperlancar atau
mereka lebih mengutamakan “Ada kecenderungan elite politik di sebaliknya menghambat proses
kepentingan pribadi dan kelompok DPR terlibat dalam proses politik yang demokratisasi,” tegas pria kelahiran
daripada kepentingan bangsa. sangat dinamis dan sarat dengan berbagai Pinrang, Sulawesi Selatan ini.
Setiap kebijakan dan pilihan elite kepentingan yang menimbulkan dilema Di sisi lain, kehadiran elite politik di
politik dalam pemerintahan, tidak dalam menentukan pilihan rasional DPR melalui proses pemilu yang
terkecuali pada masa transisi kearah rezim sehingga berpengaruh pada proses demokratis tidak serta merta
demokratis sangat dipengaruhi motif- perubahan politik,” ujar Alumnus Doktor memunculkan ide-ide kebijakan yang
motif mencari keuntungan dan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan mendorong terjadinya perubahan kearah
kemanfaatan diri dari si pelaku (elite Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada rezim demokratik. Mengingat para elite
politik) yang tidak jarang berseberangan Yogyakarta ini. politik di DPR cenderung
dengan nilai-nilai demokrasi. Dilema yang mengemuka meminimalisasi resiko atas kepentingan
Terjadinya tumpang menurutnya terkait dengan politiknya sehingga enggan merespon
tindih antara motif bagaimana elite politik bekerja perubahan menuju terciptanya rezim
kepentingan pribadi berdasarkan struktur insentif politik yang demokratis secara cepat, tepat,
dan tekanan dalam mengoptimalkan dan mendasar, bahkan cenderung pro-
menjalankan misi kepentingan-kepentingan status quo.
politik reformasi subyektifnya. Apabila Elite politik DPR dalam menentukan
sering disebut kepentingan subyektif pilihan rasionalnya menurut Wakil Ketua
dengan dilema tersebut kebetulan selaras Komisi II DPR, cenderung
politisi. “Elite dalam dengan aspirasi reformasi, mengoptimalkan hubungan pribadi
pemerintahan tidak maka elite politik di DPR dengan partai politik yang menaunginya
lepas dari dilema semacam cender ung masih didominasi budaya dan sistem
ini,” ujar Idrus. patron-klien, serta realitas oligarki politik.
P ara Hal itu menyebabkan elite politik
elite DPR sebagai klien menjadi sangat tidak
mandiri karena bergantung pada patron
politiknya (partai). Akibatnya tidak dapat
optimal merespon perubahan politik
karena kurang adanya dukungan dari
institusi politik yang memayunginya
(partai politik).
Idrus menambahkan, hampir semua
kasus pembahasan Rancangan Undang-
Idrus Markham. foto: Eka Hindra Undang (RUU) di DPR, khususnya
PARLEMENTARIA TH. XL NO. 70 73