Page 7 - MAJALAH 210
P. 7
PROL OG
disetujui. Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menjelaskan
polemik pelik tersebut. Isu ini membutuhkan kehati-hatian
dan ketelitian. Dulu, katanya, tidak satu pun fraksi dari 10 Hukuman mati kini jadi
fraksi di DPR yang menentang hukuman mati. Kini, ada perdebatan baru. Isu ini
sembilan fraksi yang posisinya menentang hukuman membutuhkan kehati-hatian dan
tersebut.
“Bahwa ada pribadi-pribadi Anggota Komisi III DPR RI ketelitian. Dulu, katanya, tidak
yang menentang pidana mati atau tidak setuju, itu tentu satu pun fraksi dari 10 fraksi di
harus kita hormati sebagaimana pendirian dari DPR yang menentang hukuman
teman-teman masyarakat sipil,” ungkap Arsul
Mei lalu. Pada periode lalu, RKUHP mestinya mati. Kini, ada sembilan fraksi
sudah bisa dibawa ke paripurna. Hanya yang posisinya menentang
saja beberapa pasal dinilai masih menuai hukuman tersebut.
kontroversi di tengah publik, sehingga
diendapkan dahulu.
Kini, Wakil Ketua MPR RI itu
berpandangan, hukuman mati Arsul Sani
Anggota Komisi III DPR RI
sudah saatnya dihapuskan.
“Saya menyampaikan kepada
teman-teman, hukuman mati
sudah saatnya di-dismiss atau
diberhentikan,” aku politisi PPP ini. Ia ingin menyampaikan kesepakatan DPR RI dan
menguraikan, hukuman mati dalam pemerintah untuk mengatur pasal pemidanaan cabul
praktik peradilan bisa dieliminasi bila yang dilakukan bukan saja oleh orang berbeda jenis
terdakwa tidak bebas memilih advokat kelamin, tetapi juga sesama jenis kelamin atau yang
dan tidak disediakan penerjemah jika populer disebut kelompok LGBT,” papar Arsul lagi.
dia orang asing. Begitu dua klaster populer yang jadi polemik seru di
“Itu juga harus dilaksanakan DPR.
dalam konteks sistem peradilan Sementara itu anggota Komisi III lainnya, Arteria
pidana terpadu. Kalau dalam Dahlan saat menjadi pembicara pada diskusi
proses hukum itu tidak mingguan Dialektika Demokrasi di DPR awal Juni lalu,
dipenuhi, mestinya tidak menegaskan, RKUHP yang sedang dirancang ini sangat
dijatuhi pidana hukuman mati. beradab dan humanis. Pembahasan RKUHP ini penuh
Konsekuensinya seperti itu,” dialektika dengan memberi ruang bagi publik untuk
jelas legislator dapil Jateng X berdiskusi dan bertukar informasi menyangkut dasar-
tersebut. Inilah dinamika aktual dasar hukum pidana di Tanah Air.
yang terjadi dalam lanjutan RKUHP yang memuat 628 pasal dan 36 bab ini, kelak
pembahasan RKUHP untuk satu bila sudah disahkan akan menjadi KUHP monumental
klaster hukuman mati. Klaster lain, bahkan revolusioner. Disebut demikian, karena kitab
misalnya, isu lesbian, gay, biseksual, hukum pidana tersebut diarsiteki para anak bangsa
dan transgender (LGBT) juga sangat dengan menyingkirkan produk hukum kolonial yang telah
menarik perdebatannya. usang, diskriminatif, dan rasialis. Semua isu dan klaster
Isu ini bersinggungan pula dengan UU tindak pidana telah terakomodir dalam RKUHP tersebut.
Penghapusan Kekerasan Seksual yang baru Politisi PDI Perjuangan itu menegaskan pula bahwa
disahkan DPR. Pada klaster ini, perilaku tinggal RKUHP ini taat asas dan mampu menjadi instrumen
bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah alias yang baik di mata hukum. Menurut Arteri, RKUHP
kumpul kebo dapat dipidana. Pelaku kumpul didesain dengan filisofis bangsa, Pancasila dan UUD
kebo bisa dipidana bila ada pengaduan, karena 1945. Bahkan, RKUHP ini juga dekat dengan norma yang
konstruksinya berupa delik aduan. Masih di klaster berlaku di tengah masyarakat. Inilah KUHP monumental
ini, pidana pencabulan juga semakin jelas dan karya anak bangsa yang sedang ditunggu kehadirannya.
tegas diatur dalam RKUHP. Politik hukum anak bangsa di parlemen sedang
Korban pencabulan yang biasanya lain jenis, kini bekerja keras mendesainnya sesuai kearifan lokal dan
bila korbannya sesama jenis juga bisa dipidana. “Saya keindonesiaan. ltim/es
TH. 2022 EDISI 210 PARLEMENTARIA 7