Page 152 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 152
144 Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya
pentingnya peran negara dalam menjalankan substansi UUPA dalam hal distribusi dan atau
redistribusi tanah bagi segenap rakyat Indonesia.
Begitu penting dan sentralnya tanah bagi bangsa ini, sehingga Pemerintah membuat
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut
UUPA). UUPA mencakup aspek politik, sosial, ekonomi yang tujuannya adalah mencapai
kemakmuran rakyat Indonesia. Secara politik, tanah Indonesia adalah milik bangsa
Indonesia. Untuk pihak yang bukan warga negara Indonesia, Pemerintah membuat peraturan
mengenai hal itu.
UUPA mengandung nilai-nilai dasar secara garis-garis besar dan pokok-pokok. Tujuan
pokok dengan adanya UUPA adalah:
1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan
alat untuk mencapai kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan
rakyat, terutama rakyat tani.
2. Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan, dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan;
3. Meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas
tanah bagi rakyat keseluruhan.
UUPA menyatakan tanah menjadi sarana utama untuk mewujudkan kemakmuran bagi
segenap bangsa Indonesia. UUPA menjadi induk atau rujukan bagi segenap ketentuan di
bidang pertanahan. UUPA juga menjadi dasar hukum bagi penataan hak atas tanah. Semua
tanah-tanah harus disertifikasi, sehingga terdapat kepastian hukum.
Dengan mengacu pada tujuan pokoknya, jelas bahwa UUPA merupakan sarana untuk
mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara sebagaimana yang diamanatkan oleh Pembukaan
UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
1
Indonesia.
Selama kurun waktu tahun 1960 sampai tahun 2013, permasalahan agraria berkaitan
dengan pengelolaan lahan dan sumber daya alam semakin kompleks. Perkembangan kota
dan industrialisasi mendorong terjadi peningkatan kebutuhan tanah di kota-kota dan
wilayah di sekitarnya. Masuknya investasi asing ke Indonesia yang bergerak di bidang
agribisnis mengimplikasikan kebutuhan lahan yang luas.
Perubahan peruntukan lahan pun tidak terelakkan. Hal ini menjadi persoalan ketika
penguasaan dan kepemilikan tanah menjadi terkonsentrasi pada segelintir orang, sedangkan
rakyat malah ada yang memiliki tanah, menjadi petani penggarap. Dengan kondisi yang
demikian, dapat dikatakan bahwa kehidupan petani berada dalam taraf yang menyedihkan.
Dibutuhkan keberpihakan negara terhadap petani dan rakyat kecil terkait dengan masalah
pertanahan. Oleh sebab itu, isu reforma agraria mencuat.
1 Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm.3.