Page 225 - Asas-asas Keagrariaan: Merunut Kembali Riwayat Kelembagaan Agraria, Dasar Keilmuan Agraria dan Asas Hubungan Keagrariaan di Indonesia
P. 225
yang berkaitan dengan kekayaan alam kita. Dengan memegang
teguh prinsip Hak Menguasai Negara (Pasal 2 ayat (2) UUPA 1960),
pemerintah pusat atau daerah telah mengeluarkan hak-hak baru
seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha
(HGU), Hak Pakai, Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri (HPHTI), Kuasa Pertambangan, dan Kontrak
Karya Pertambangan.
Politik sentralisme dan sektoralisme hukum serta kelembagaan
pendukungnya telah memuluskan proses perampasan hak-hak rakyat
atas tanah untuk kepentingan “pembangunan” ala Orde Baru. Selain
itu konsentrasi penguasaan sumber-sumber agraria beralih ke tangan
segelintir orang saja.
Hal ini terjadi setelah pemerintahan Orde Baru mengeluarkan
tiga paket UU pokok tentang pengaturan sumber daya alam yang
bersifat sektoral pada tahun 1967, yaitu sebagai berikut:
a. UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
b. UU No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan, yang kemudian diganti dengan UU No. 41 Tahun
1999.
c. UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan, UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral Batubara.
Keseluruhan undang-undang sektoral tersebut mengandung
semangat dan isi yang memfasilitasi modal besar daripada memenuhi
hak-hak rakyat banyak. Berdasarkan pada masing-masing uu sektoral
tersebut di atas, kelembagaan agraria kemudian menerapkan
eksklusifisme kebijakan masing-masing yang kemudian kita kenal
dengan ego sektoral. Ego sektoral artinya setiap pejabat memiliki ego
dalam mengurusi tugasnya dengan menghalangi pihak lain untuk
ikut campur tangan. Ego sektoral ini merupakan sifat kelembagaan
14
14 Gunawan Undang Sayagatama. 2006. Mengarungi Dua Samudera. Hlm 156. Disebutkan
juga bahwa Ego Fungsionalisme, Yaitu Pejabat Berupaya Melindungi Jabatannya Dan Ingin
194 Kelembagaan