Page 109 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 109
114
oleh negara atas dasar legitimasi “demi kemaslahatan rakyat.”
Dengan demikian, domeinverklaring secara tidak langsung
kembali dihidupkan dalam politik hukum agraria tanah air.
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 memang digunakan,
tapi dalam praktik kebijakan ekonomi politik di sektor
pertanahan pada era Soeharto, konsep HMN yang terdapat dalam
pasal tersebut cenderung berjalan layaknya domeinverklaring.
Praktik domein yang demikian itu mengarah pada makna
eigendom negara atau negara sebagai pemilik (eigenaar)–sifatnya
privaatrechtelijk. Padahal, cita-cita yang terdapat dalam konsep
HMN ialah menempatkan negara sebagai pusat pemanfaatan
sumber daya agraria untuk kemakmuran rakyat. Kewenangan
yang demikian bersifat hukum publik, sebagaimana telah
115
dijelaskan dalam Pasal 2 UUPA. Lantas, mengapa pelaksanaan
Pasal 33 UUD NRI 1945 di masa Soeharto cenderung mengarah
pada praktik domeinverklaring?
Sejatinya dinamika yang mendasari kebijakan agraria di masa
Soeharto, sebagaimana dasar logika developmentalisme yang
diamini rezim tersebut, adalah logika perluasan dan intensifikasi
produksi komoditas. Logika ini termanifestasi dalam wujud-
wujud program donor yang direncanakan dan diarahkan untuk
mempromosikan pertanian ‘modern’ melalui inovasi teknis
(termasuk mekanisasi), spesialisasi (tidak terkecuali dalam
tanaman ekspor), penyediaan kredit dan penyuluhan, pemasaran
dan distribusi parastatal, dan senantiasa terintegrasi dengan
modal internasional. 116
114 Paul K. Gellert, Loc. Cit.
115 MHD Zakiul Fikri, “Paradigma Ekologi Konsep Hak Menguasai Negara di Indonesia,” Jurnal
Ilmu Hukum: Fakultas Hukum Universitas Riau, Vol. 9. No. 1, 2020, hlm. 104.
74 Reforma Agraria Tanah Ulayat