Page 150 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 150
atau “Apakah kamu bisa menunjukkan di mana tanahmu yang
sesuai dengan data sertifikat berada?” Semua masyarakat adat
pemegang sertifikat yang pernah saya tanya menjawab “Tidak
tahu.” Dan sayangnya, belum pernah ada pihak yang memberitahu
kepada mereka. 172
Kedua, pola kemitraan “Bapak Angkat” yang disepakati
antara pimpinan pengurus KNES dengan perusahaan
dianggap merugikan masyarakat adat. Masyarakat tidak dapat
mengusahakan secara mandiri lahan ulayat di Koto Senama
Nenek. Meskipun tiap-tiap petak lahan telah memiliki sertifikat
atas nama perorangan, perusahaan tetap memiliki kuasa yang
terlalu besar yang menjadi penghalang bagi masyarakat untuk
mengakses lahannya dalam rasa aman dan bebas. Tidak hanya
itu, masyarakat adat juga didikte secara paksa untuk menanam
jenis tanaman yang diinginkan perusahaan, dikelola dengan cara
perusahaan, dan dijual hasilnya kepada perusahaan. Bahkan
proses pembagian hasil penjualannya pun ditentukan–atau
setidaknya harus diketahui–oleh perusahaan.
Ketiga, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, koperasi
dijadikan wadah proyek bagi kepentingan elite pemerintahan
desa dan elite koperasi bersama kolega yang mengamini praktik
kuasa yang berlangsung itu, di mana koperasi secara tidak
langsung menjadi perpanjangan tangan dari kuasa kapitalis-
perusahaan yang ingin mengamankan akses terhadap aset lahan
beserta komoditas yang ditanam di atasnya. Bagi masyarakat adat
yang tidak memiliki relasi yang baik dengan para elite desa atau
koperasi, maka akan sulit baginya untuk terlibat dalam kegiatan-
172 Wawancara K, 13 Januari 2021; Wawancara SMN, 24 Maret 2021; dan Wawancara S
bersama H, 2 April 2021.
Reforma Agraria atas Tanah Ulayat 115