Page 147 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 147
Lebih jauh, perjanjian kerjasama atau MoU yang dibuat bulan
Oktober 2019 sejatinya menjadikan koperasi sebagai institusi
yang memiliki kuasa kedua setelah perusahaan untuk mengakses
hasil perkebunan dari lahan seluas 2.800 hektar. Berdasarkan
perjanjian tersebut perusahaan mengakui bahwa hubungan bisnis
yang terjadi hanyalah antara mereka dengan koperasi, bukan
langsung dengan masyarakat adat. Koperasi di sini dijadikan
sebagai subjek pemilik lahan, namun aksesnya terhadap sumber
daya lahan berada setingkat di bawah perusahaan. Dengan
demikian, perusahaan tidak pernah sungguh-sungguh seutuhnya
melepas lahan kepada masyarakat.
Selain berwenang mengelola hasil penjualan komoditas
perkebunan yang dimasukkan ke dalam rekening penampungan
yang telah dibagi tiga di mana duanya untuk pengelola, koperasi
juga berwenang untuk menentukan orang yang dapat membantu
wakil-wakil perusahaan dalam mengusahakan perkebunan.
Elite pengurus koperasi sering kali menjadikan proyek berbagai
kegiatan pengelolaan perkebunan kepada orang-orang tertentu
yang menjadi bagian pihak dari para elite pengurus koperasi.
Proyek itu berkaitan, misalnya, untuk kepentingan buruh
harian atau borongan yang bertugas memupuk, mendodos,
atau mengangkut tandan buah segar kelapa sawit. Praktik ini
lazim dilakukan meski tidak ada diatur dalam Anggaran Dasar/
Anggaran Rumah Tangga koperasi.
Kemudian, setiap pemegang SHM baik anggota aktif maupun
pasif yang hendak menggadaikan sertifikat untuk mendapat uang
pinjaman dari bank diharuskan mengajukannya melalui koperasi.
Oleh sebab itu, koperasi juga memiliki kuasa yang berperan
menjadi perantara bagi setiap pemegang sertifikat. Masing-
112 Reforma Agraria Tanah Ulayat