Page 42 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 42
Salah satu sumber dari elite pemerintahan Desa Senama
Nenek, ARC, menyebut masa itu merupakan periode
9
kepemimpinan Kepala Desa Nasaruddin. Sebelum PTPN V datang
mengklaim lahan yang kemudian menjadi objek konflik dengan
Masyarakat Adat Senama Nenek, lahan tersebut telah lama
dihuni dan dikelola oleh masyarakat adat. MA, salah satu kepala
suku di Senama Nenek, mengatakan Koto Senama Nenek yang
merupakan kampung asal atau kampung tua Masyarakat Adat
Senama Nenek berada di area lahan yang menjadi objek konflik.
Hal itu dibuktikan dengan keberadaan makam tua di atas lahan
tersebut (lihat gambar 1). 10
Selain bekas perkampungan, di atas lahan juga telah berdiri
ladang-ladang yang masih digarap masyarakat adat hingga
dimulainya pendudukan oleh PTPN V. Kemudian, selama menjadi
objek konflik dari tahun 1995, masyarakat adat tidak lagi dapat
11
mengakses lahan tersebut. Mengenai konflik antara masyarakat
tempatan dengan perusahaan, sebetulnya hal ini bukanlah
kenyataan baru. KPA mengatakan persoalan tumpang tindih
hak warga (baik hak milik perorangan ataupun hak ulayat) atas
tanah dengan perusahaan swasta maupun perusahaan negara,
yang menyebabkan pecahnya konflik agraria, sesungguhnya telah
berlangsung sejak lama.
Hingga 2018 KPA mencatat terdapat 410 konflik agraria yang
melibatkan masyarakat tempatan, terutama masyarakat adat.
Konflik ini terdiri dari beberapa sektor, seperti; perkebunan (144
kasus), properti (137 kasus), infrastruktur (16 kasus), pertanian
9 Wawancara ARC, 5 Januari 2021.
10 Wawancara MA, 13 Januari 2021.
11 Ibid.
Pendahuluan 7