Page 76 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 76

Terdapat tiga wilayah yang memiliki asas atau prinsip hukum
           berbeda-beda di dalam  sistem Pemerintahan Kedatuan  Andiko
           Nan 44. Pertama, wilayah Telaga Undang di Muara Takus, dalam
           wilayah ini berlaku asas Penghulu se-Andiko, atau lengkapnya
                                                                  60
           “raja  berpenghulu,  penghulu  beradat, adat  berandiko”.  Telaga
           Undang  ialah  tempat  di mana  hukum  adat  dimusyawarahkan
           dan dimufakati, lalu diberlakukan di seluruh wilayah Kedatuan
           Andiko  Nan 44  berdasarkan prinsip  atau  azas adat istiadat di
           masing-masing daerah. Artinya, undang-undang  atau  hukum
           dibuat  berdasarkan pemufakatan  para Pucuk  Andiko, totalnya
           berjumlah 44 orang, yang ditetapkan di wilayah Telaga Undang.

               Kedua, wilayah Undang Jati di  Kampar Kanan,  asas yang
           berlaku di daerah ini yakni “habis undang sobab dek karib, habis

           cupak  bakarelaan”  (habis hukum  karena  karib, habis isi saling
           merelakan) atau  “salah  godang dipaketek, salah ketek dihabisi,

           luko kapalo bai kopiah, luko badan bai baju, luko jaghi bai cincin”
           (salah besar diperkecil, salah kecil dihabisi, luka kepala berikan
              Gunung Ledang, 3) Tabing, 4) Tanjung, 5) Gunung Bungsu, 6) Muara Takus, 7) Koto Tuo, 8)
              Pongkai, 9) Tigo Koto (Batu Bersurat, Binamang, Tambulun), 10) Tanjung Alai, 11) Muara
              Mahat, 12) Pulau Gadang dan 13) VIII Koto Setangkai, b.V Koto; 14) Kuok, 15) Air Tiris, 16)
              Rumbio (Koto Perambahan/Kampar), 17) Bangkinang, dan 18) Salo (III Koto Sibelimbing/
              Siabu, Tambang, Terantang), c. Rantau Rokan IV Koto; 19) Rokan, 20) Pendalian, 21)
              Lubuk Bendahara, dan 22) Sikibau (Tambusai, Rambah, Kepenuhan, Kunto Darussalam)
              d. Rantau Tapung; 23) Senama Nenek (Senama Nenek, Danau Lancang, dan Sekijang),
              24)  Tandun  (termasuk  Ujung  Batu),  25)  Batu  Gaja  (termasuk  Kasikan)  26)  Petapahan
              (termasuk Pantai Cermin), 27) Aliantan (Aliantan, Kabun, dan Koto Ranah), e. V Khalifah
              Rantau Kampar Kiri; 28) Gunung Sahilan, 29) Kuntu, 30) Ujung Bukit, 31) Ludai, dan
              32) Batu Sanggan, f. 33) Rantau Muara Sako-Langgam, g. 34) Rantau Singingi-Kampar
              Kuantan, h. VII Koto Bungo Setangkai (sekarang masuk Sumatera Barat); 35) Pangkalan
              Koto Baru, 36) Tanjung Pauh, 37) Tangjung Belik, 38) Koto Alam, 39) Gunung Malintang,
              40) Lubuk Alai, i. Kapur IX (sekarang masuk Sumatera Barat); 41) Muara Peti, 42) Sialang,
              43)  Koto  Tuo  Atas,  44)  Muara  Lolo.  Lihat  juga  Sumarsono,  dkk.,Sistem Pemerintahan
              Tradisional di Riau, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta,
              1997, hlm. 24-29.
           60   Amirullah, “Kathangka,” Riau Pos, 13 April 2014.


                                               Masyarakat Adat Senama Nenek  41
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81