Page 78 - 60 Tahun UUPA dan Generasi Muda Agraria yang Maju, Modern, dan Inovatif
P. 78
dalam jangka waktu 75 tahun. Sehingga wajar jika pengaturan
hubungan antar subjek agraria dengan sumber-sumber agraria
termasuk tanah di dalamnya sangat ramah terhadap hukum
besi akumulasi kapital primitif yang melahirkan ketidakpastian
hukum, kemiskinan struktural dan menyebabkan maraknya
kasus perkecuan.
Sadar terhadap berbagai macam problem mendasar di
Zaman Kalabendu itulah, pemerintahan Indonesia setelah
merdeka menjadikan reforma agraria sebagai agenda prioritas.
Adapun terobosannya dengan melakukan dua jalur langkah
yang sangat responsif, yaitu mengeluarkan berbagai peraturan
perundang-undangan secara parsial dan menyiapkan rancangan
UU Agraria Nasional yang baru (Mahfud 2011). Melalui UUPA
1960, pemerintah mengkonvensi hak-hak dalam hukum agraria
kolonial – salah satunya yakni Hak Erfpacht menjadi Hak Guna
Usaha.
Meskipun konsep HGU secara prinsipil dalam UUPA
menunjukan pertanda baik, pengupayaan ekonomi kerakyatan
guna mewujudkan kemakmuran, namun jauh panggang dari
api tak dapat dielakkan. Posisi Indonesia yang kalah dalam
memperebutkan tanah-tanah perkebunan kolonial dalam KMB,
mempengaruhi lahirnya kelas pengusaha dari tentara yang
muncul dari hukum darurat perang (1957) dan dilanjutkan
kebijakan pemerintah menasionalisasi perkebunan-perkebunan
milik Belanda (Rachman 2012). Kenyataan pahit ini diperkuat
bahwa dalam PP 224/1961, tanah-tanah tersebut belum
dimasukkan sebagai objek landreform (Wiradi 2009). Lolosnya
sektor perkebunan dari objek landreform belakangan menjadi
masalah serius baik selama Orde Baru bahkan setelah reformasi.
Manajemen Pertanahan yang Mendukung Terwujudnya Sustainable Development 59