Page 30 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 30

swasta diberi ruang untuk melakukan investasi, dan hasilnya keluar
             undang-undang tersebut. Sistem liberal ini menjadi babak baru atas
             tanah-tanah di Hindia Belanda yang kemudian dikuasai oleh swasta,
             dan itu artinya telah menjadikan masyarakat Hindia Belanda kembali
             sebagai tenaga yang dieksploitir dalam perekebunan.
                   Keberadaan Agrarische Wet telah memakan korban banyak warga
             pribumi, Sukarno dalam pidato pembelaannya di depan hakim kolonial
             yang terkenal dengan Indonesia Menggugat mengkritik terhadap
             berlakunya Agrarische Wet,


                   “…maka sesudah Undang-Undang Agraris dan Undang-Undang
                   Tanaman Tebu de Wall di dalam tahun 1870 diterima baik oleh
                   Staten-Generaal di negeri Belanda, masuklah modal partikulir
                   itu di Indonesia, mengadakan pabrik-pabrik gula dimana-mana,
                   kebun-kebun teh, onderneming-onderneming tembakau dsb.,
                   ditambah lagi modal partikulir jang membuka macam-macam
                   perusahaan tambang, macam-macam perusahaan kereta api, trem,
                   kapal, atau pabrik- pabrik yang lain. Imperialisme tua makin lama
                   makin laju, imperialisme modern menggantikan tempatnya, cara
                   pengedukan harta yang menggali untung bagi negara Belanda itu,
                   makin lama makin berobah, terdesak oleh cara pengedukan baru
                   yang mengayakan model partikulir. …. Cara pengedukan berubah,
                   tetapi banyakkah perubahan bagi rakyat Indonesia? Tidak, tuan-
                   tuan hakim yang terhormat, banjir harta yang keluar dari Indonesia
                   malah makin besar, pengeringan Indonesia malah makin makan”. 25

                   Dalam pidato tersebut di atas Sukarno menggambarkan bahwa
             sistem liberal yang diterapkan oleh Pemerintah Belanda di Hindia
             Belanda justru semakin menjadikan sumber-sumber ekonomi
             Indonesia diambil untuk kepentingan Belanda dan swasta, dan tidak
             berdampak sama sekali terhadap masyarakat Indonesia. Hal itu yang
             juga menjadi keresahan Sukarno ketika melihat tanah-tanah dalam



                   25 Sukarno, Indonesia Menggugat, Pidato Bung Karno di Muka Hakim Kolonial,
             Yogyakarta: YUI, 2003. Lihat juga Yance Arizona, “Indonesia Menggugat! Menelusuri Pandangan
             Soekarno terhadap Hukum”, www.yancearizona.net. Diakses pada tanggal 23 November 2014.


                                Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agrariia, 1948-1965  19
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35