Page 37 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 37

prioritas. Dalam suratnya, disebutkan hal yang dianggap penting untuk
            didahulukan dalam kerja panitia adalah persoalan persewaan tanah,
            barulah persoalan lainnya.
                 Menengok sedikit landasar fikir pembentukan Panitia Agraria
            karena didasari pada hal-hal prinsip terkait dengan persoalan hukum
            tanah yang berlaku di Indonesia. Dasar pertimbangan penting lahirnya
            panitia ini merujuk pada: a. Hukum tanah peninggalan Belanda yang
            sebagian besar masih berlaku di Indonesia tidak sesuai lagi, bahkan
            beberapa peraturan bertentangan dengan dan menjadi penghalang

            bagi pelaksanaan politik perekonomian Indonesia yang merujuk
            pada pasal 27 dan 33 UUD 1945; b. dipandang perlu selekas mungkin
            diadakan perubahan-perubahan atau penggantian dari peraturan-
            peraturan mengenai pemakaian tanah oleh perusahaan milik asing;
            c. Sudah tiba saatnya untuk menetapkan dasar-dasar hukum tanah
            yang memuat politik agraria Indonesia, tentu dengan tinjauan yang
            seksama.  Pertimbangan di atas menjadi langkah awal dibentuknya
                     33
            panitia Agraria pertama kali dalam kerangka politik Hukum Agraria
            Nasional Indonesia.
                 Saat ditetapkan pada tangga 21 Mei 1948, perwakilan dari Badan
            Pekerja Komite Nasional Pusat belum masuk sebagai anggota. Setelah
            sidang yang ke XV tanggal 14 Juni 1948 pemerintah pusat kemudian
            menambahkan anggotanya sebanyak tiga orang yakni: Sadjarwo wakil
            dari BTI, Abu Umar wakil dari STII, dan Mr Luat Siregar wakil dari
            Sumatera. Satu minggu kemudian mengingat pekerjaan yang berat dan
            membutuhkan beberapa ahli, panitia mengusulkan kepada presiden

            agar menambah beberapa ahli bidang hukum adat, pendaftaran tanah,
            kehutanan, pertanian rakyat, pajak, dan perburuhan perkebunan.
            Lalu masuklah nama-nama seperti Mr. R. Djojodiguno (ahli adat),
            Moentoha (pendaftaran tanah), Wardi (ahli kehutanan), Soewardjo
            (ahli pertanian), Mr. Moentalib (ahli pajak), dan K. Harahap (ahli
            perburuhan). Komposisi inilah yang kemudian bekerja sampai



                 33 “Ichtisar tentang Tugas, Susunan dan Hatsil Pekerdjaan Panitya Agraria “Jogja”,
            Madjalah Agraria, Tahun. 1 No. 3 Djuni 1958, hlm. 74.


            26      Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria
   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42