Page 38 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 38

selesainya Panitia Agraria yang dikenal dengan Panitia Agraria Yogya,
             karena memang berkedudukan di Yogyakarta. Pada saat yang sama
             kedudukan pemerintahan Republik dan Kementerian Dalam Negeri
             juga di Yogyakarta akibat Jakarta dianggap tidak kondusif untuk
             menjalankan roda pemerintahan.
                   Selama masa kerjanya, Panitia Agraria telah mengusulkan
             beberapa konsep mengenai asas-asas yang akan menjadi dasar hukum
             agraria, diantaranya adalah:

             1.    Meniadakan asas Domein dan pengakuan terhadap hak ulayat;

             2.    Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak milik
                   perseorangan yang dapat dibebani hak tanggungan;
             3.    Mengadakan penyelidikan terutama di negara-negara tetangga
                   tentang kemungkinan pemberian hak milik atas tanah kepada
                   orang asing;
             4.    Mengadakan penetapan luasan minimum pemilik tanah agar
                   petani kecil dapat hidup layak (untuk Jawa dua hektar);

             5.    Mengadakan penetapan luas maksimum pemilikan tanah, tidak
                   memandang macam tanahnya (untuk Jawa 10 hektar sedangkan
                   untuk luas Jawa masih diperlukan penelitian lebih lanjut);
             6.    Menerima skema hak-hak atas tanah yang diusulkan oleh ketua
                   Panitia Agraria;
             7.    Diadakan pendaftaran tanah dan hak-hak menumpang yang
                   penting.


                   Memang, pada hakikatnya Panitia Agraria merupakan kelanjutan
             dari suatu panitia yang dibentuk dengan Penetapan Presiden
             Republik Indonesia tanggal 6 Maret 1948 No. 11 (disebut Panitia Tanah
             Konversi), yang diketuai R. Gaos Hardjasoemantri dari Kementerian
             Dalam Negeri. Tugasnya antara lain, memberi masukan pemerintah,
             tindakan apa yang harus dilakukan pemerintah terhadap keinginan
             pihak tani yang meminta dihapuskan peraturan tentang “tanah
             konversi” di daerah Surakarta dan Yogyakarta (bersumber Vorstenlands
             Grondhuurreglement). Dalam salah satu pertimbangan disebutkan:



                                Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agrariia, 1948-1965  27
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43