Page 132 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 132
Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia 123
Mengenai pendaftaran tanah atas tanah-tanah adat/ulayat, pemerintah dalam hal ini
Kantor Pertanahan Kota Ambon merasa bahwa eksistensi tanah adat menjadi kendala bagi
pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) (Wawancara Kakantah
Ambon 2019). Dalam situasi tersebut, maka strategi pemerintah didalam mencapai target
program kegiatannya adalah (1) Mendaftar terlebih dahulu tanah-tanah bekas hak barat; (2)
Kantor pertanahan lebih mendahulukan pemberian hak daripada pengakuan hak. Dalam kasus
ini maka terjadi negaraisasi tanah (asumsinya adalah tanah negara sehingga diberikan kepada
penduduk yang telah mendiaminya). Secara administratif proses pemberian hak lebih
sederhana daripada pengakuan yang memerlukan kepastian subyek hak masyarakat hukum
adat serta adanya asas publisitas berupa pengumuman ke publik mengenai klaim tanah dalam
batas waktu sampai dengan 3 bulan. (3) Pendaftaran tanah dan peralihan tanah adat untuk
disertipikatkan harus disertai dengan surat keterangan persetujuan atau pelepasan dari dati
atau negeri.
Permasalahan berikutnya adalah batas klaim wilayah antar negeri seiring dengan
perubahan dari desa (administratif) menuju negeri (genealogic territory/ territorial genealogy).
Ditambah lagi dnegan pasca kerusuhan Maluku yang mengakibatkan pemindahan masif
penduduk dari kampung-kampung sehingga saat ini terdapat kondisi dimana seseorang
memiliki sertipikat namun tanahnya telah diduduki oleh orang lain (beda marga, beda agama).
Pasca pengakuan negeri melalui peraturan daerah mengakibatkan masyarakat memiliki
kepercayaan diri sehingga muncul banyak klaim tanah/wilayah adat yang tidak hanya terhadap
tanah-tanah ulayat namun juga tanah-tanah hak dan tanah bekas hak barat (dengan asumsi
bahwa pemerintahan barat/Kolonial dahulu memperoleh tanah dari masyarakat hukum adat
tidak dengan cara-cara yang sah). Secara sederhana kondisi ini dapat diistilahkan dengan
adatisasi tanah.
Permasalahan konseptual mengenai adat
Permasalahan-permaslaahan di atas mengarahkan pada diskusi konseptual yang menarik
mengenai adat. Pada tataran subyek (people), pada saat ini klaim mengenai masyarakat adat
dihadapkan pada kepelikan persoalan tentang kependudukan, yang mana pasca Kerusuhan,
banyak penduduk yang pindah secara massif sehingga meninggalkan tanah-tanah yang
dimilikinya yang dalam kenyataannya telah dikuasai oleh penduduk lain yang berbeda marga,
agama dan asal kampung. Kelokalan pada masyarakat adat (indigenity) berhadap-hadapan
dengan permasalahan kependudukan (inhabitant).
Pada tataran obyek tanah/benda (thing). Kepemilikan adat masih diperdebatkan apakah
terletak pada tanah (land) atau pada tanaman yang ada di atasnya (plant). Hal ini berkelindan
dengan konsep berikutnya yakni pewarisan, apakah pewarisan tersebut terikat pada sesuatu
yang diwariskan (thing) tersebut ataukah lebih banyak ditentukan oleh kepada siapa benda itu
diwariskan (person and social-group).
Hal di atas mempengaruhi pada tataran pengkajiannya (study). Beberapa kajian adat
memandang adat sebagai seuatu yang asli (original), berseberangan dengan lainnya yang