Page 37 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 37
28 Himpunan Policy Brief
Kebijakan Agraria sebagai “struggle for access”
Selanjutnya adalah aspek kolaborasi antar-aktor di dalam bingkai struggle for access.
Hubungan antara lembaga pemerintah dan masyarakat dalam isu sumberdaya agraria (tanah
dan hutan) selama ini bersifat saling menegasikan bahkan konfliktual. Masyarakat
memperjuangkan haknya dengan cara melawan (struggle against) terhadap negara karena
mempertahankan segala kekuatan yang mengurangi atau akan menghilangkan hak mereka.
Namun, dalam mengusung kebijakan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) ini kedua
aktor (masyarakat dan negara) sedang memperjuangkan hal yang sama dalam bingkai struggle
for access yakni perjuangan untuk mendapatkan hak atas tanah dan pengelolaan kawasan hutan
bagi rakyat, dan perjuangan dari negara untuk memenuhi itu. Konsep struggle for access (on
land and forest) ini diturunkan dari konsep struggle for access yang biasanya digunakan dalam
isu keadilan secara umum (Goldschmidt, J 2002). Tuntutannya dapat berupa akses (laki-laki
dan perempuan) terhadap isu-isu publik seperti, kesehatan, tanah, air, rumah, dan wilayah
(Hill, H 1980), padang gembalaan dan wilayah hutan (Stephenson, T 1989), akses terhadap
tanah dan air (isu sumberdaya agaria) (Matondi, P.B. 200), bidang pendidikan (Kidder 2003),
dll.
Kelembagaan lintas-sektor dan multi-level
Aspek kelembagaan yang menarik dilihat adalah adalah inisiasi dari pemerintah daerah
yang selama ini luput dalam wacana kebijakan reforma agraria. Dilihat secara komparatif dari
pengalaman pelaksanaan Landreform era 1960-an, kebijakan reforma agraria sebenarnya tidak
bisa dipisahkan dari peran pemerintah daerah. Melalui Keputusan Presiden No. 131 Tahun 1961
Tentang Organisasi Penyelenggaraan Landreform, maka dibentuklah Panitia Penyelenggara
Landreform dari tingkat pusat, daerah, kabupaten, kecamatan, hingga desa. Masing-masing
tingkat dipimpin oleh pimpinan pemerintahan. Dijelaskan dalam bagian konsideran Kepres
tersebut pembentukan Panitia Penyelenggaraan Landreform adalah untuk mewujudkan kerja
sama/koordinasi dalam bidang pimpinan, pelaksanaan serta pengawasan di Pusat maupun
Daerah.
Aransemen kelembagaan pelaksanaan reforma agraria di tingkat Pusat dan Kabupaten
Sigi bergerak secara dinamis. Secara formal dibentuk kelembagaan lintas-sektor di tingkat
pusat, dengan terkoordinasinya pelaksanaan kebijakan Reforma Agraria berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 73 tahun 2017 tentang Tim Reforma
Agraria. Tim diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dengan anggota:
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Badan
Usaha Milik Negara, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Surat Keputusan ini
mengganti Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor
17/M.PPN/HK/02/2015 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria
Nasional.