Page 36 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 36
Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia 27
ini merupakan percontohan pelaksanaan reforma agraria di tingkat kabupaten. Diharapkan
pelaksanaannya dapat direplikasi untuk daerah-daerah lain.
Kabupaten Sigi memiliki desain untuk menata ulang ketimpangan penatagunaan hutan
dan tanah ini melalui kebijakan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS). Dalam Pidato
Pembukaan Diseminasi Reforma Agraria yang dilaksanakan di Dolo, pada tanggal 28
November 2016, Bupati Sigi menyatakan bahwa kebijakan reforma agraria ini dilatarbelakangi
oleh persoalan yang telah lama berlangsung di daerah Sigi, yakni ketimpangan agraria, atau
ketimpangan dalam penguasaan, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber-sumber penghidupan
bagi Rakyat Sigi, dan menjadi konflik di wilayah ini.
Pemerintah Kabupaten Sigi melihat bahwa kebijakan reforma agraria merupakan salah
satu cara yang paling mungkin meningkatkan kualitas hidup rakyat Sigi secara sosial maupun
ekonomi. Dengan penghargaan yang tinggi atas hak asal usul rakyat (adat dan budaya lokal)
serta penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber agraria (Gugus Tugas Pengendali Reforma
Agraria Kabupaten Sigi 2017).
Oleh karena itu Kabupaten Sigi mencanangkan pelaksanaan Reforma Agraria sebagai
salah satu program khusus Pemerintah Daerah yang terintegrasi dengan Sistem Perencanaan
Pembangunan Daerah yang tertuang dalam RPJMD dan RKPD, serta secara terpisah dikerjakan
melalui suatu gugus tugas yang disebut Gugus Tugas Reforma Agraria.
Penyelesaian permasalahan tanah dalam kawasan hutan
Secara nasional kebijakan penyelesaian permasalahan tanah dalam kawasan hutan (PPTKH)
sebagai bagian dari Reforma Agraria (RA) telah diatur dengan terbitnya Peraturan Presiden
Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan
(PPTKH). Regulasi ini menjadikan agenda RA melalui perubahan tata batas kawasan hutan
dapat dipercepat akselerasinya. Secara kelembagaan, Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA)
secara bertahap juga sudah dibentuk, baik GTRA Nasional, GTRA Pusat, maupun GTRA di
daerah.
Kebijakan sebagai proses
Dalam literatur mengenai pelembagaan, penekanannya adalah pada proses pembentukan
kebijakan. Kebijakan tidak dilihat secara linear dari perencanaan, pelaksanaan, hingga
evaluasinya, namun kebijakan dilihat dalam proses pembentukannya (policy as policy-making).
Peralihan cara pandang terhadap kebijakan dari semula “analisa tentang kebijakan” menuju
“analisa tentang proses pembuatan kebijakan” mengajak melihat bagaimana isu yang nantinya
menjadi kebijakan itu dinarasikan dan diwacanakan, aktor dan jaringan yang memengaruhi isu
tersebut, dan kondisi politik serta kepentingan yang melingkupi isu tersebut. (Wolmer dan
Scoones 2005). Dalam hal ini proses pembentukan kebijakan RAPS yang dihasilkan antar
berbagai pihak adalah mulai dari pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sipil serta
masyarakat di tingkat tapak.