Page 81 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 81

72    Himpunan Policy Brief


             memungkinkan dimiliki oleh  banyak orang yang rentan dengan  konflik sehingga  pengaturan
             pengadaan tanah skala kecil yang tidak mengatur mekanisme perencanaan akan memutuskan
             antara  tujuan  pembangunan  dengan  peran  serta  masyarakat.  Mekanisme  perencanaan  dan
             persiapan  merupakan  tahap  yang  sangat  penting  karena  akan  mendukung  pemahaman  dan
             penerimaan masyarakat terhadap pembangunan.
                   Lebih lanjut, permasalahan mengenai ganti kerugian yang akan diberikan kepada pihak
             yang berhak atas tanah juga harus diperhitungkan dengan bijaksana dan seadil-adilnya. Jangan

             sampai  ganti  kerugian  yang  diberikan  membuat  kehidupan  perekonomian  masyarakat  yang
             menerimanya menjadi menurun, sehingga dampak dari pengadaan tanah kepada pemilik tanah
             yang lama malah menjadi tidak menguntungkan. Pihak pemerintah dan appraisal atau penilai
             harus memperhitungkan segala variabel-variabel yang dibutuhkan dalam memutuskan besaran

             ganti kerugian yang layak dan adil.
                   Selain itu, sangat diperlukan pelaksanaan musyawarah atau konsultasi publik yang efektif,
             dimana  seluruh  pertimbangan  masyarakat  dibahas  tuntas  sehingga  tidak  ditemukan  adanya
             kekurang  puasan  masyarakat  akan  pelaksanaan  pengadaan  tanah  untuk  kepentingan  umum
             tersebut.
                   Lebih  lanjut,  dikarenakan  UU  2/2012  masih  terbilang  aturan  baru,  maka  diperlukan

             pemahaman mekanisme atau prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum oleh semua
             pihak yang  terlibat dalam pengadaan  tanah tersebut,  terutama  pemahaman  mengenai aturan
             atau ketentuan mengenai tata cara penghitungan ganti kerugian yang ditetapkan oleh appraisal
             untuk disosialisasikan kepada semua pihak sehingga diperoleh transparansi tentang nilai ganti
             rugi yang diberikan.


             c.  Problem pada Tim Penilai Harga Tanah
                   Ada  beberapa  indikasi yang  melemahkan  fungsi Tim  Penilai  Harga  Tanah   diantaranya
             peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam Perpres Nomor 56 Tahun 2006.
             Tugas untuk melakukan jumlah ganti kerugian juga menjadi salah satu tugas Panitia Pengadaan
             Tanah,  sehingga  Tim  Penilai  Harga  Tanah,  hanya  berfungsi  sebagai  lembaga  yang  memberi

             koordinasi saja atau surat penilaiannya hanya menjadi pedoman bagi Panitia Pengadaan Tanah.
                   Disamping  itu,  Tim  Penilai  Haga  Tanah  merasa  berat  untuk  bekerja  berdasarkan
             keahliannya masing-masing. Oleh karena pemerintah setempat, telah menentukan juga standar
             ganti    kerugian  yang  akan  diterima  bagi  Pemegang  Hak  Atas  Tanah.  Atau  dengan  kata  lain,
             standar  ganti  rugi  yang  akan  ditetapkan  oleh  Tim  Penilai  Harga  Tanah  sudah  lebih  awal

             ditetapkan oleh pemerintah setempat.
                   Dari  hasil  penilaian  yang  dilakukan  oleh  Tim  Penilai  Harga  Tanah  setelah  melakukan
             survey,  ternyata  jumlah  ganti  rugi  yang  ditentukan  dalam  menggunakan    standar  ganti  rugi
             dengan  berpedoman  pada  metode    penghitungan  penilaian  ganti    kerugian  (seperti  metode
             lokasi  dan  metode  perbandingan).  Nyatanya  tidak  dijadikan  sebagai  pedoman  bagi  Panitia
             Pengadaan Tanah dalam melakukan musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan.

                   Hal tersebut terjadi berdasarkan pengakuan Tim Penilai Harga Tanah, tidak terlalu ambil
   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86