Page 79 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 79
70 Himpunan Policy Brief
dalam beberapa pasal menegaskan bahwa hak atas tanah itu dapat beralih dan diperalihkan.
Dalam ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUPA hanya dijelaskan bahwa Hak milik dapat beralih dan
diperalihkan kepada pihak lain. Pemaknaan beralih dalam hal ini antara lain melalui jual beli,
hibah, wasiat, tukar menukar, penyerahan secara sukarela dan lainnya.
Dalam upaya untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum dalam perjanjian jual beli
tanah, maka dalam ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah menegaskan bahwa‚ Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan
rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan
perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya
dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan pengadaan tanah skala kecil sebagai subyeknya adalah Instansi
pemerintah yang dalam peraturannya tidak bisa sebagai perorangan, melakukan jual beli
langsung karena harus melalui proses bahwa obyek tanahnya seharusnya melalui pelepasan
hak, menjadi Hak Pengelolaan (HPL) terlebih dahulu. Dengan ketentuan tersebut bahwa dapat
dilakukan dengan pembelian langsung inilah yang salah satu problem yang dihadapi oleh Pihak
Pemerintah atau Instansi Yang Memerlukan Tanah, problematika/ persoalan lain adalah:
i. Tidak ada pengaturan yang jelas tentang Penentuan Harga
Penentuan harga tanah yang akan dibeli oleh instansi yang membutuhkan tanah diatur
dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6
tahun 2015 yaitu menggunakan jasa tim appraisal. Hal ini tentu saja untuk menghindari
terjadinya spekulasi ataupun praktek-praktek yang merugikan negara sebagaimana banyak
terjadi dalam masa sebelum dibentuknya Undang-undang Pengadaan Tanah. Namun Tidak
ada satupun substansi hukum yang terkait dengan pengadaan tanah skala kecil yang
mengatur mengenai mekanisme pemilihan appraisal. Hal ini berbeda dengan pengadaan
tanah skala besar yang telah menegaskan bahwa penentuan appraisal dilaksanakan melalui
mekanisme lelang. Tidak diaturnya mengenai mekanisme penentuan appraisal untuk
pengadaan tanah skala kecil dalam realitasnya menimbulkan keraguan bagi pihak yang
membutuhkan tanah untuk melaksanakan pengadaan tanah skala kecil
ii. Problematika berikutnya yang berkaitan dengan harga tanah
tidak ada mekanisme yang mengatur upaya yang dilakukan oleh instansi yang
membutuhkan tanah apabila pemilik tanah tidak setuju dengan pengadaan tanah yang
dilaksanakan ataupun tidak setuju dengan harga yang ditetapkan appraisal. Hal ini berbeda
dengan pengadaan tanah skala besar yang mengatur secara jelas jangka waktu pengajuan
keberatan dan upaya konsinyasi atas keberatan-keberatan ataupun masalah-masalah yang
timbul dalam pengadaan tanah. Ataupun instansi yang membutuhkan tanah kadang tidak
menggunakan jasa apraisal, hal ini akan menimbulkan masalah, tentunya kantor
pertanahan sulit untuk memberikan haknya, karena imbasnya akan menyangkut hukum.
Dengan tanpa melibatkan tim penilai seakan pengadaan tanah seperti proses jual beli
langsung ke masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Deddy Hernawan: “,…….