Page 89 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 89

80    Himpunan Policy Brief


                1)  Keputusan  Walikota  Solok  tanggal  10  juni  2010  Nomor  188.45/274/KPTS/WSL-2010
                   tentang Penetapan Lokasi Jalan Lingkar Utara Kota Solok;
                2)  Keputusan  Walikota  Solok  Nomor  188.45-379  Tahun  2014  tanggal  21  Juli  2014  tentang
                   Penetapan Lokasi Jalan Lingkar Utara Kota Solok;
                3)  Keputusan  Walikota  Solok  Nomor  188.45-528  Tahun  2016  tentang  Perpanjangan
                   Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Pembangunan Jalan Lingkar Utara Kota Solok;
                4) Keputusan  Walikota  Solok  tgl.  6  Juli  2017  Nomor  188.45-467  Tahun  2017  tentang

                   Perpanjangan  Penetapan  Lokasi  Pengadaan  Tanah  Pembangunan  Jalan  Lingkar  Utara
                   Kota Solok.
             -  Sampai  dengan  September  2018  masih  terdapat  1  (satu)  bidang  tanah  yang  belum
                diselesaikan namun tidak dilakukan konsinyasi.


             b. Persoalan Tanah Adat sebagai obyek Pengadaan Tanah
                1)  Dalam hal pemberian ganti kerugian, pembuatan alas hak bagi tanah adat memerlukan
                   proses yang panjang karena harus disetujui oleh anggota kaum dan penguasa adat dalam
                   kaum  (di  Kota  Solok  disebut  dengan  Ampek  Jinih).  Dalam  kasus  tertentu  sebagian
                   anggota kaum berada di luar kota (di rantau), dan adanya biaya yang relatif besar untuk

                   memperoleh persetujuan Penguasa Adat;
                2)  Adanya anggapan dalam alam fikiran masyarakat adat bahwa pensertipikatan tanah tidak
                   merubah status tanah adat tersebut. Artinya meskipun sebidang tanah ulayat kaum telah
                   didaftarkan, namun hak anggota kaum yang namanya tertera dalam sertiipikat hanyalah
                   sebatas ‘pemakai’ atas tanah tersebut. Dengan demikian dalam proses musyawarah dan

                   pelepasan tanah ulayat tetap melibatkan pihak penguasa adat dan anggota kaum lainnya.


             Rekomendasi
             1.  Untuk  menghindari  konflik,  Otoritas  Pertanahan  di  Provinsi  Sumatera  Barat  perlu
                menginisiasi  adanya  kesepahaman  tentang  konsepsi  tanah  ulayat.  Atas  dasar  hal  tersebut

                ditetapkan mekanisme dan pihak yang berhak menerima ganti rugi dalam pelepasan tanah
                ulayat.
             2.  Otoritas Pertanahan di Tingkat Pusat perlu memahami konsepsi dan aturan tentang Hukum
                Tanah  Adat  yang  berlaku  pada  masing-masing  masyarakat  adat.  Atas  dasar  hal  tersebut
                dibuat khusus tentang tata cara pengadaan tanah dimana obyeknya adalah tanah adat.



             Referensi
             Colombijn, F 2006, Paco-paco Kota Padang. Sejarah sebuah kota di Indonesia pada abad ke-20
                dan penggunaan ruang kota, Penerbit Ombak, Padang.
   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94