Page 91 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 91
PRAKTEK PENGAKUAN TANAH “DRUWE DESA PAKRAMAN” DALAM PENDAFTARAN
TANAH SISTEMATIS LENGKAP
(KAJIAN DI KABUPATEN BANGLI PROVINSI BALI)
I Gusti Nyoman Guntur
Ringkasan Eksekutif
Secara deklaratif, eksistensi masyarakat hukum adat beserta hak tanah adat diakui dan
dilindungi dengan persyaratan tertentu, namun regulasi pengesahannya belum operasional.
Masyarakat adat yang disebut Desa Pakraman di Bali, sejak lama sudah mengatur wilayahnya
sendiri, tetapi kepemilikan tanah Druwe Desa dari segi hukum belum jelas. Desa Pakraman
hanya dianggap mempunyai wewenang yang beraspek publik saja, sehingga diasumsikan tidak
dapat mempunyai/memiliki hak atas tanah yang beraspek perdata. Dari dahulu hingga
sekarang de-facto penguasaan fisik sebagian tanah Druwe Desa digunakan, dimanfaatkan serta
diwariskan oleh krama sebagai penggarap, namun pengelolaan tetap ada pada desa pakraman.
Adanya regulasi penunjukkan Desa Pakraman di Bali sebagai Subjek Hak Pemilikan Bersama
Hak Atas Tanah, diharapkan dapat memperjelas proses pengadministrasian dan pemaknaan
tanah druwe desa di Kabupaten Bangli Provinsi Bali sebagai bentuk pengakuan atas
kepemilikan tanah adat oleh Desa Pakraman, melalui akselerasi pelaksanaan pendaftaran tanah
sistematik lengkap (PTSL).
Dalam pelaksanaan PTSL, khususnya tahapan pembukuan dan penerbitan sertipikat
dilakukan melalui konversi HM setelah ada penegasan Pura dan penunjukan Desa Pakraman
sebagai subyek HM. Tanah Druwe Desa Pakraman yang dipersamakan dengan hak ulayat,
secara hukum sudah dikonversi menjadi HM berdasarkan Pasal II Ketentuan-Ketentuan
Konversi UUPA, karena telah memenuhi kriteria keberadaan masyarakat adatnya serta isi hak
dan wewenang pemegang haknya sebagaimana atau mirip hak milik. Namun pendaftaran
haknya baru dapat dilakukan setelah ada penegasan subyek haknya oleh Menteri, sehingga
kepemilikan oleh desa pakraman serta penguasaan tanah oleh krama semakin terlindungi
secara hukum. Hanya saja dalam rangka akselerasi pelaksanaan PTSL ternyata terdapat
kerancuan pengadministrasiannya karena: a) mengutamakan obyek kategori 1 (potensi
sertipikat) sehingga lokasinya sporadis; b) pembukuannya berdasarkan pada satuan bidang-
bidang penggarapan tanah oleh masing-masing krama; dan c) terdapat variasi dalam penulisan
subyek HM dalam buku tanah dan sertipikat.
Tanah Druwe Desa merupakan warisan budaya, sekaligus sebagai sebuah institusi sosial
yaitu desa pakraman yang terdiri dari aspek parhyangan, aspek pawongan dan aspek palemahan
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Agar kelembagaan desa pakraman dapat tetap
berlangsung (ajeg), maka kepemilikan tanah Druwe Desa oleh Desa Pakraman secara komunal,
sedangkan penguasaan dan pemanfaatan sebagian dapat diberikan kepada krama dengan
kewajiban ngayah sesuai awig-awig.