Page 94 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 94
Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia 85
Penerbitan sertipikat HM Desa Pakraman per-bidang penguasaan ini, diduga karena
untuk mencapai target jumlah bidang tanah yang disertipikatkan oleh tim. Jika disertipikatkan
berdasar kepemilikan oleh desa pakraman, maka dalam satu desa hanya akan dapat diterbitkan
satu atau beberapa buah sertipikat dan arealnya sangat luas (hektar-an).
Dalam upaya menuju kepastian kepemilikan, penerbitan sertipikat tanah druwe desa
semestinya tetap didasarkan pada fakta hukum kepemilikan tanah oleh desa pakraman.
Namun, agar penguasaan masing-masing bidang tanah oleh krama juga mempunyai kepastian,
selain diterbitkan sertipikat HM, perlu juga diterbitkan hak atas tanah lain (misalnya HP untuk
tanah Ayahan Desa atau HGB untuk tanah Pekarangan Desa, sesuai jenis penggunaannya) di
atas hak milik desa pakraman. Dalam rangka akselerasi PTSL perlu trobosan, dibuat peraturan
perundangan yang mengatur antara lain:
a. Penerbitan sertipikat hak milik (induk/primer) yang subyeknya desa pakraman, sekaligus
penerbitan sertipikat (HP/HGB) sebagai hak sekunder, terhadap bidang-bidang tanah yang
subyeknya krama, di atas HM desa pakraman.
b. Pengaturan alas hak penerbitan hak sekunder (HP/HGB), tidak didasarkan pada akta PPAT
sebagaimana ketentuan Pasal 23 PP No. 24 Tahun 1997, namun dapat dengan akta biasa
(diatur sekaligus secara khusus dalam kebijakan peraturan perundangan). Kemungkinan ini
dilakukan dengan mengambil contoh pensertipikatan dalam upaya penyederhanaan proses
perubahan hak atas tanah tertentu, sehingga dapat dilaksanakan dengan satu langkah saja,
sebagaimana Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 15 Tahun 1997 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1997 tentang
Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana.
Gambar 2: Contoh Penulisan dalam Sertipikat