Page 92 - Himpunan Policy Brief: Permasalahan dan Kebijakan Agraria Pertanahan dan Tata ruang di Indonesia
P. 92
Permasalahan dan Kebijakan Agraria, Pertanahan, dan Tata Ruang di Indonesia 83
Untuk lebih mendukung akselerasi pensertipikatan tanah druwe desa melalui PTSL,
otoritas pertanahan perlu membuat peraturan perundangan yang menyederhanakan proses
pengadministrasian kepemilikan tanah druwe desa oleh Desa Pakraman sekaligus
pengadministrasian hak penguasaan/pemanfaatan fisik tanah oleh krama agar kepastian
hukum dan perlindungan hukum masing-masing pihak terwujud.
Pendahuluan
Hak tradisional masyarakat adat (termasuk hak tanah adat) adalah hak asal sebagai
penanda keberadaannya bukan hak berian, sehingga tanpa dituliskan dalam hukum tertulis,
hak ini tetap menjadi lembaga yang hidup dalam masyarakat adat. Dalam tataran konstitusi
dan regulasi kebijakan nasional, eksistensi masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya
diakui dan dilindungi secara deklaratif dengan persyaratan tertentu. Sampai saat ini regulasi
pengesahan hak atas tanah adat belum berjalan dengan baik, sehingga masih terjadi
ketidakpastian kepemilikan tanah adat. Masyarakat adat di Bali sejak lama sudah mengatur
wilayah tanah adatnya sendiri, tetapi kepemilikan tanah Druwe Desa dari segi hukum oleh
masyarakat adat yang disebut Desa Pakraman belum ada kejelasan. Desa pakraman sebagai
sebuah lembaga desa adat hanya dianggap mempunyai wewenang yang beraspek publik saja,
sehingga diasumsikan tidak dapat mempunyai/memiliki hak atas tanah yang beraspek perdata.
De-facto, sebagian tanah-tanah Druwe Desa di Bali dari dahulu hingga sekarang
penguasaan fisiknya (digunakan dan dimanfaatkan) dan dapat diwariskan oleh krama (anggota
komunitas adat) yang menggarapnya, namun pengelolaan secara de-jure ada pada desa
pakraman melalui prajuru adat. Namun belakangan, terdapat regulasi Penunjukkan Desa
Pakraman di Bali sebagai Subjek Hak Pemilikan Bersama (Komunal) Hak Atas Tanah. Oleh
karena itu, perlu ada kejelasan proses pengadministrasian dan pemaknaan tanah Druwe Desa di
Kabupaten Bangli Provinsi Bali sebagai bentuk pengakuan atas kepemilikan tanah adat oleh
Desa Pakraman, melalui akselerasi pelaksanaan pendaftaran tanah sistematik lengkap (PTSL).
Kerancuan Pengadministrasian Tanah Druwe Desa Melalui PTSL
Kabupaten Bangli memiliki luas 52.081 hektar, kabupaten ini terdiri dari 100 ribu bidang
tanah dengan rincian 53.963 bidang sudah bersertipikat dan sisanya 46.037 bidang belum
bersertipikat, mayoritas merupakan tanah Druwe Desa. Guna mencapai target pendaftaran
Tanah Sistematik Lengkap (PTSL), terhadap tanah-tanah Druwe Desa dimaksud dapat
diterbitkan sertipikat hak milik yang subyek haknya desa pakraman, berdasarkan Surat
Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN No. 276/Kep-19.2/X/2017 tentang Penunjukkan Desa
Pakraman di Bali sebagai Subjek Hak Pemilikan Bersama (Komunal) Hak Atas Tanah. Adapun
tahapan PTSL mulai dari kegiatan perencanaan, penetapan lokasi sampai dengan penerbitan
keputusan pengakuan hak dan penerbitan sertipikatnya, telah mengacu Pasal 3 angka (4)
Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 12 Tahun 2017.
Penetapan pengakuan tanah druwe desa menjadi hak milik Desa Pakraman, dilakukan
dengan pencatatan pada Ruang VI Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas,