Page 213 - Berangkat Dari Agraria
P. 213
190 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
agraria harus diimbangi kemampuan strategis dan teknis di level
menengah dan lapangan.
Dalam pengertian reforma agraria yang kompleks itu, peran
petani diposisikan sebagai subjek utama yang paling berkepentingan
dengan target, sasaran, dan tujuan reforma agraria. Petani bukan
subjek pelengkap, apalagi objek penderita. Petani harus memahami
makna perjuangan reforma agraria secara benar. Petani harus
berorganisasi agar mampu merumuskan masalah-masalah, mencari
solusi dan mengartikulasi kepentingannya secara bersama. Petani
harus bersatu untuk bisa menang. Jika tidak, petani itu berjumlah
banyak tapi seperti buih di lautan.
Gerakan petani perlu melihat realitas sosial ekonomi yang
ada di sekitarnya. Misalnya eksistensi perkebunan, kehutanan,
pertambangan, dan usaha skala besar lainnya, harus menjadi
objek analisis petani dalam perjuangannya. Organisasi gerakan
petani berperan sebagai katalisator dari perjuangan petani. Ia perlu
mengambil langkah konkret dalam menjangkau petani miskin
yang tak punya tanah atau berlahan sempit. Ia harus bisa menjadi
artikulator kepentingan petani untuk memiliki tanah dan alat-alat
produksi lainnya dalam kerangka reforma agraria.
Organisasi gerakan petani harus berkomunikasi secara sinergis
dengan pemerintah. Kementerian atau lembaga terkait yang
melaksanakan reforma agraria harus dalam jangkauannya, misalnya
kementerian di bidang agraria/pertanahan, kehutanan, desa,
koperasi dan UKM, pertanian dan peternakan, serta kelautan dan
perikanan. Kerja sama hendaknya dibangun di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Peran petani
Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah petani di Indonesia per
2019 sebanyak 33,4 juta orang. Dari jumlah tersebut, petani muda
yang berusia 20-39 tahun hanya 8% atau setara dengan 2,7 juta
orang. Lalu, sekitar 30,4 juta orang (91%) berusia di atas 40 tahun,
dengan mayoritas usia mendekati 50-60 tahun. Untuk itu, semua