Page 326 - Berangkat Dari Agraria
P. 326
BAB VIII 303
Kondisi dan Dampak Ekologi
Lembaga pemerintah yang mengawinkan isu lingkungan dan
kehutanan diniatkan untuk memastikan integrasi upaya pelestarian
lingkungan terkoneksi dengan pembangunan kehutanan.
Pembatasan penguasaan dan mengusahakan kawasan hutan oleh
korporasi bermodal besar dilakukan pemerintah. Evaluasi dan
penataan izin-izin usaha perkebunan dan kehutanan dilakukan
secara terintegrasi. Moratorium pemberian izin usaha bagi korporasi
melalui Inpres No. 8/2018 juga telah dilakukan pemerintah.
Demikian juga, penataan pemilikan dan penguasaan tanah
melalui reforma agraria dan perhutanan sosial yang pelaksanaannya
terus diakselerasi. Salah satu tujuannya adalah memulihkan kualitas
lingkungan hidup. Kondisi agraria yang terdistribusi lebih adil maka
lingkungan dijaga warga. Kemampuan produktivitas warga secara
bersama juga akan meningkatkan kesejahteraannya. Warga yang
sejahtera dipastikan akan menjaga lingkungannya dengan lebih baik.
Perspektif hijau diupayakan masuk ke dalam kebijakan
lingkungan dan pembangunan di bidang pertanahan, perkebunan,
kehutanan, pertanian, peternakan, kelautan, perikanan dan
sebagainya. Penguatan perspektif hijau akan melahirkan
pembangunan ramah lingkungan dan mensejahterakan warga.
Pertumbuhan ekonomi menjadi inklusif, adil, dan berkelanjutan.
Konsensus bersama
Pembangunan nasional Indonesia harus didasarkan perspektif
hijau yang ramah lingkungan dan mensejahterakan warga. Semua
sektor pembangunan mesti meninggalkan paradigma maskulin
yang eksploitatif terhadap lingkungan. Prinsip kolaborasi dalam
pembangunan jadi pegangan pejabat pemerintahan di semua sektor.
Sinergi lintas sektor didorong agar kebijakan benar-benar efektif
dalam memulihkan kualitas lingkungan hidup.
Secara keseluruhan, pembangunan multi sektor mestilah
berperspektif hijau. Prinsip partisipasi publik yang luas dalam
kebijakan pembangunan yang bernuansa hijau perlu dibuka lebih
lebar. Keterlibatan publik memastikan pembangunan yang berjalan