Page 457 - Berangkat Dari Agraria
P. 457
434 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
memutuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak
goreng dan minyak goreng, mulai 28 April 2022 sampai batas waktu
yang akan ditentukan kemudian.
Kebijakan afirmatif
Selain pada masalah distribusi tersebut, eksistensi minyak
goreng erat kaitannya dengan suplai bahan bakunya yang berasal dari
CPO yang dihasilkan kebun sawit. Perkebunan sawit di Indonesia itu
terluas di dunia, yakni lebih dari 15 juta hektare (ha).
Merujuk data Kementerian Pertanian RI, luas areal perkebunan
sawit di Tanah Air selama 2017-2021 mengalami tren meningkat,
dengan luas mencapai 15,08 juta ha (2021). Luas tersebut naik 1,5%
dibanding tahun sebelumnya yang 1,48 juta ha. Dari 15,08 juta ha
tersebut, mayoritas dimiliki perkebunan besar swasta seluas 8,42
juta ha (55,8%). Kemudian, perkebunan rakyat 6,08 juta ha (40,34%),
dan perkebunan besar negara 579.600 ha (3,84%).
Kementan juga mencatat, produksi sawit nasional mencapai 49,7
juta ton pada 2021. Angka tersebut naik 2,9% dari tahun sebelumnya
48,3 juta ton.
Areal perkebunan sawit tersebar di 26 provinsi di Indonesia.
Provinsi Riau memiliki areal terluas dengan 2,89 juta ha (2021) atau
19,16% dari total luas areal perkebunan sawit di negeri ini.
Mencermati data luas kebun sawit dan tingkat produktivitas
minyak sawit ini, sejatinya kita tak perlu khawatir kekurangan
minyak goreng. Jika ini benar, problem utamanya bukanlah faktor
produksi, melainkan pada rantai pasok dalam jalur distribusi minyak
goreng. Setelah ekspor dilarang sampai batas waktu yang ditentukan
kemudian, lantas apa langkah penting yang perlu dilakukan dalam
usaha penyediaan bahan baku minyak goreng?
Yang menyisakan soal adalah pembagian keuntungan dari hasil
produksi kebun sawit dan distribusi minyak goreng bagi pekebun
sawit rakyat dan usaha kecil minyak goreng. Tampaknya diperlukan