Page 271 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 271
Mochammad Tauchid
menjadi 19 sen tahun 1931, 41 sen pada tahun 1932. Dengan
biaya sebesar itu ternyata bukanlah satu hal yang memanjakan
orang-orang hukuman.
Ukuran 2 ½ sen sehari itu akhirnya tidak tercapai di
semua daerah. Panitia yang menyelidiki beberapa desa di Jawa
pada tahun 1935 menerangkan bahwa: “sebenggol sehari seo-
rang yang terkenal itu untuk tempat-tempat tersebut sudah
berarti kemewahan” artinya bahwa hidup orang-orang di situ
sudah merosot lebih rendah dari 2 ½ sen sehari.
Biasanya, dulu orang membandingkan, penghidupan rak-
yat Indonesia yang sebenggol sehari itu dengan makannya
anjing Belanda yang jauh lebih tinggi, mungkin 10 kali lipat.
Residen Cirebon Ch. O.Van Der Plas menerangkan dalam
laporan resimennya tahun 1933 bahwa sebagian besar anak-
anak sekolah dalam salah satu distrik dalam daerahnya yang
diselidiki, hanya makan satu kali sehari yang tak kenyang pada
waktu petang. Pada tahun 1935 residen itu menerangkan bah-
wapara petani di sana habis menjual atau memotong ternak-
nya. Pajak tidak dapat ditarik karena rakyat sudah tidak mem-
punyai simpanan apa-apa. Kekuatan bekerja merosot sampai
50%. Banyak orang-orang yang dengan sengaja menjalankan
pelanggaran undang-undang dan peraturan pemerintah untuk
sengaja masuk penjara. Karena bagaimanapun juga, di penjara
mereka lebih mendapat ketentuan mendapat makan daripada
di rumahnya.
Tanda-tanda kemiskinan itu ternyata dari pemakaian ga-
ram oleh rakyat yang sangat merosot. Rakyat sudah tidak
dapat lagi membeli garam pemerintah, sekalipun dengan harga
yang sudah rendah itu. Ternyata bahwa kekuatan membeli
dari rakyat tidak mengizinkan untuk membeli garam yang
250