Page 277 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 277

Mochammad Tauchid

            bantu tentara (heiho) dan bekerja membentengi garis belakang
            sebagai romusha (prajurit pekerja).
                Beras untuk Balatentara yang tempur di garis depan. Sing-
            kong dan ubi untuk rakyat di garis belakang.
                Rakyat harus giat melipatgandakan hasil bumi. Di samping
            itu harus tetap sanggup berbakti, dan sedia untuk lapar, kare-
            na padinya perlu untuk bekal perang guna mendatangkan “ke-
            makmuran bersama”. Pungutan padi yang biasanya ditetapkan
            20% dari hasil panennya, atas kegiatan dan ketaatan tukang-
            tukang pungut, yang bekerja di bawah ancaman bayonet, prak-
            teknya lebih dari itu. Biasa juga orang “mencuri” padinya
            sendiri di sawahnya sebelum ditunai, untuk sekedar mengu-
            rangi setoran bakti yang ditetapkan, yang sangat berat itu.
                Beribu-ribu, ya, bahkan jutaan tenaga tani dikerjakan di
            garis belakang pertahanan, untuk membuat bangunan-
            bangunan perang. Mereka meninggalkan sawah ladangnya,
            meninggalkan anak bininya yang hidup merana karena lapar,
            karena perampasan padi dan hasil bumi lainnya.
                Riwayat kekejaman Daendels dan Cultuurstelsel terulang
            di abad ke 20. Orang tani pulalah yang langsung menjadi sa-
            sarannya.
                Untuk menambah hasil bumi, tanah pertanian rakyat
            diperluas, dengan membongkar hutan-hutan dan onderne-
            ming milik “imperialis kapitalis Barat” yang hasilnya pada
            waktu itu tidak dapat diekspor ke luar negeri. Digantinya
            dengan tanaman bahan makanan: ubi, singkong, kapas dan
            jarak.
                Pembongkaran hutan-hutan dan onderneming, disambut
            oleh rakyat tani dengan gembira, karena kehausan akan tanah
            yang sudah lama, disertai rasa benci dan dendam terhadap

            256
   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281   282